Rabu, 04 November 2015

weekend in parit surabaya



Weekend In Parit Surabaya, Sungai Ambawang

Tumpahan tinta kali ini yang akan membawa pena tinta untuk menulisakan pengalaman di akhir pekanku di Parit Surabaya.  Sabtu, 17 Oktober 2015 membawa aku dan temanku yang bernama Masruroh untuk pulang ke kampungnya di desa Parit Surabaya, kecamatan Sungai Ambawang. Di bawah sinar matahari yang mulai redup perjalanan ini pun dimulai.

Kami memutuskan untuk pergi di hari sabtu setelah mata kuliah selesai. Pada hari itu mungkin bisa dibilang hari keberuntungan karena, dosennya ke luar kota. Sebenarnya hari Sabtu adalah hari padat karena kuliah dari 07. 30 hingga 17. 50, dengan 4 mata kuliah. Kuliah berakhir pada pukul 14. 45, sehingga kami bergegas untuk packing dan bersiap-siap untuk berangkat, kendaraan yang digunakan adalah motor beat putih.

Perjalanan yang dilalui mulai dari jalan raya yang beraspal hingga masuk ke jalan yang hanya motor saja bisa melaluinya. Untuk sampai ke Parit Surabaya harus melalui penyebrangan sungai yang tidak terlalu besar, namun karena tidak ada jembatan mengharuskan orang-orang melakukan penyebrangan dengan perahu atau lebih dikenal dengan motor kelotok. Setelah menyeberang perjalanan dilanjutkan dengan melalui jalan yang putus nyambung-putus nyambung dan hanya bisa dilalui motor saja disertai lobang yang bisa dibilang cukup banyak. Apalagi rute perjalanannya yang banyak belokannya membuatku susah untuk mengahapal di mana letak desa Parit Surabaya.

Sesampai di rumah Ruro yang memakan waktu selama kurang lebih 2 jam lebih. Dari arah jendela sesosok perempuan renta melihat di balik jendela, ia adalah ibunya temanku. Terkejut bukan main ibunya saat melihat anaknya pulang, dikarenakan tidak ada pemberitahuan sebelumnya. Memang Ruro itu adalah teman yang dalam diamnya punya syndrome kejailan juga. Sebenarnya kedatangan kami ke Parit Surabaya adalah untuk menghadiri acara reunion akbar yang adiadakan setiap 3 tahun sekali, sekaligus merayakan tahun baru Hijriah.

Banyak sekali pengalaman yang aku dapatkan saat berada di tengah kehangatan keluarga yang bersuku Madura ini. keramahan membuatku merasa nyaman di sana. Selama berada di sana hampir setiap saat aku selalu ditawarkan makan. Awal kedatangan kami saja sudah disuguhkan nasi beserta lauk pauknya, tidak beberapa lama kemudian kue pun ditawarkan, kalau lama-lama di sana bisa nambah berat badan nih, hehehe. Tapi aku heran kenapa temanku Ruro tubuhnya bukan makin gemuk tapi makin kurus, aneh memang.

Hari Minggu, 18 Oktober 2015, kami bersiap-siap untuk mengikuti acara reunion yang diadakan di pesanteren Raudhatul Ulum. Pesantren temanku ini bisa sangatlah dekat cukup jalan lima langkah di  samping, karena memang rumahnya bersebelahan dengan pondok pesantren. Acara reounian tidak jadi diadakan di pagi hari, banyak para alumni yang tidak datang, selain acara reunion akbar ada juga acara orang tua para santri dan alumni, juga masyarakat sekitar untuk mengikuti ceramah akbar. santri wanita yang baru datang berada di asrama perempuan, kondisi bangunannya lumayan bagus, kamarnya juga cukup luas. Akhirnya para alumni bergabung di kamar mereka dulu dan bernostalgia bersama.

Potret kebersamaan itu memperlihatkan bahwa sebuah persaudaraan tidak akan termakan waktu dan dimensi yang berbeda. Ada sebuah kebahagian tertunda, tapi ketika pertemuan semuanya tumpah dan mengalir dengan indah bersama canda tawa. Perjalanan kali ini memberiku sebuah pengertian bahwa semua terasa lepas dalam kebersamaan meskipun dalam kesederhanaan.
Teruntuk, Sahabatku


Ahjuma Masruruoh
fose