Selasa, 10 November 2015

read a book by Pramoedya AT





Huruf

Wahai huruf, Bertahun kupelajari kau,
Kudekati faedah dan artimu, Kudekati kau seban hari,
Saban aku jaga, Kutatap dikau dengan pengharapan,
Pengharapan  yang tidak jauh. Dari Hendak ingin dapat tahu.

Tetapi kecewa hatiku. Kupergunakan kamu
Menjadi senjata di alam kanan, Belum juga berfaedah
Seperti yang kuhendakan. Selalu dikau kususun rapi
Di atas kertas pengharapan yang maha tinggi
Tetapi….
Bilalah aku diliputi asap kemenyan sari,
Tak  kuasa aku menyusun kamu Hingga susunan itu
 dapat dirasakan pula oleh segenap  dunia
Sebagai yang kurasa pada waktu itu.

Alangkah akan tinggi ucapan Terima kasih,
bilalah kamu menjadi buku terbuka,
Bagi manusia yang membacanya
Kalaulah aku direndam lautan api,
Hendaklah kamu merendam pembacamu

Bilalah aku disedu pilu, Hendaklah kamu merana dalam hatinya.
Huruf, huruf…….
Apalah nian sebabnya maka kamu Belum tahu akan maksudku.,


saat membaca rasanya menggelinding seperti judul bukunya. Buku ini memang sudah lama diterbitkan sekitar tahun 2004, berjumlah 576 halaman tapi, ini merupakan buku yang harus dibaca oleh mahasiswa sastra atau orang yang menyukai sastra, siapapun ia juga harus membaca buku ini. dari halaman awal pembaca disugguhkan dengan puisi tentang huruf, yang membuat orang-orang jatuh hati untuk membacanya.
Bapak Pramoedya Ananta Toer menulis buku ini dengan sepenuh emosi yang begitu kuat. Hingga pembaca bisa merasakannya lewat kata-kata dalam ceritanya. Buku ini juga berkisah tentang sebuah kritikan tentang kehidupan baik itu pemerintahan, sastrawan, juga tentang bahasa Indonesia.

Ada kata yang kusuka saat membaca buku ini terlihat pada halaman 313 “Penaku menggigil, dan tinta mengotori tanganku. Berulang-ulang pesawat melampaui  tinggi enamribu meter, dan tinta bocor dari tangkinya, membocori kantong pena dari kantong pelastik hingga kini bocor – terus membocori jari. “ begitu puitisnya kata-kata ini hingga bisa membius orang untuk terus membaca buku ini

Aku banyak belajar dari seorang Bapak Pramoedya Ananta Toer, meski terkadang bahasanya sulit dimengerti, akan tetapi banyak pelajaran yang didapatkan seperti sebuah kritikan itu tidak harus ditulis dengan gaya yang tegas dan kaku, dengan tulisan yang santai namun serius juga dibungkus dengan cerita membuat buku sangat menarik untuk dibaca.