Sabtu, 30 April 2016

CERPEN: CREPUSCOLO

JCREPUSCOLOJ
Sihir senja
Dentingan tanpa suara mengusikku
Tak tahu seperti apa bentuknya
Tatapan tertuju pada satu titik
Tidak ada yang bisa menghalangi

Semakin lama-semakin aneh
Sejauh mata memandang
Ia tampak nyata
Ia berubah hitugan waktu

Puncaknya adalah ketika
Ronanya semakin mendekati
Berwana semakin jingga keunguan
Saat itulah langit seakan disulap
Seindah kekuatan sihir yang merasuk
Ke dalam diri

Andai kupunya kekuatan akan Kusihir
Langit hitam berkelabu di sore hari
Menjadi  senja yang selalu menampilkan
Keindahan sakralnya

Kalau boleh kupinjam mantra sihir milik
Harry potter beserta tongkatnya
Biar tidak ada yang berubah pada langit sore
Dengan berucap adrakadabra

Huahaahah, ngantuk rasanya dengar puisi si Syeril itu” aku pun menguap dan menyimpan kepala di atas tangan yang bersila.
“Itu tandanya kamu sudah terkena sihirnya puisi Syerin itu” Cikha yang menopang dagu  pun menjawab ucapanku.
***
“Sebelah sana atau sebelah sananya lagi ya, em sepertinya di sana deh” aku bingung dengan rute kota Venice yang menuju ke kanalnya, aku pun berjalan sambil memegang peta sambil mengigit jari, sambil kulihat segerombolan burung berwarna putih yang sedang diberi makan.
“Permisi,  anda dari Indonesia ya” seperti ada seorang lelaki telah mengikuti perjalananku dari tadi.
Aku pun membalik badan dan ternyata……………………………….
Sosoknya begitu tampan dengan sepasang lesung pipitnya, seperti memancarkan sinar saat ia memakai baju berwarna putih. Masa cowok kece begini mau ngerampok pikirku, tapi ada yang mencurigakan tampaknya yang putih bule itu kok bisa bahasa Indonesia, lama aku terpana memandangnya.
“Mbak-mbak, permisi, hello” ia melambaikan tangannya kepadaku sambil membungkukan badannya yang tinggi itu.
“Oh yam as maaf, hehe. Kok mas bisa bahasa Indonesia tampang bule begini”
“Menurut mbak bagaimana?................. ya saya orang Indonesialah kebetulan saya sedang kuliah di sini, tadai saya pas lewat sini dengar mbak sedang kebingungan mencari tempat, insya Allah saya bisa bantu mbak” weh alim lagi tu orang,  ini orang bagaikan malaikat bersayap putih yang dikirimkan di saat seperti ini.
Em jangan panggil saya mbak ya, saya masih muda kok. Nama saya  Azura , sebenarnya saya mau ke tempat mangkalnya para gondola itu, rencananya ingin naik itu kebetulan saya belum pernah, hari ini kan weekend, jadi kuliahnya libur gitu sekalian refreshing, makanya bawa peta ini biar gak nyesat. Hehe” sambil kugaruk-garuk kepala
“Oh begitu. Oke mbak kenalkan saya Syahrul, bukan Syahrukhan, panggil saja Syah biar lebih kebulean sedikit, ayo mari saya antarkan ke sana”
Kami pun berjalan menuju pangkalan para gondola, mereka seperti serdadu yang siap menjemput rezeki  dengan beragam ekspersi dan aksi yang mereka tawarkan.
“Saya ingin naik gondola yang itu saja, bagaimana kalau kamu ikut juga, sekalian bernegosiasi ya, dari pada nanti rugi, hehehe
Syah pun menggelngkan kepalanya. Entah apa yang ia ucapkan kepada manula itu hingga menganggukan kepalanya.
“Oke kita naik ke situ,  gondoliernya sudah oke katanya” sambil membawaku menuju ke arah gondola.
“Oke” sambil kubentuk jari tanganku dengan seperti huruf o
Gondola itu pun perlahan berjalan, hanya aku dan dia bersama gondolier yang berdiri mengayuh untuk berjalan melewati kanal-kanal itu
“Sungguh indah ya, apalagi pemandangan di sampingnya itu oh romentiknya” sambil tanganku meminkan airnya
Suara gondolier yang berpapasan dengan kami terdengar jelas begitu romantisnya nyanyian yang ia senandungkan mengunakan bahasa italia.
“Kok gondolier punya kita tidak ada nyanyi seperti yang tadi sih, tapi tak apalah menikmati pemandangan ini saja sudah cukup. Ada tidak ya gondolier yang bersenandung ayat al-Quran gitu,hehe” candaku yang memecah suasana hening, ia pun mengerutkan dahinya.
Wah hari sudah semakin sore ya, coba lihat langit begitu indah ya dengan warna jingga keunguannya. Aku suka itu, duduk di atas gondola sambil menikmati keindahan ke segala penjuru arah”
Crepuscolo” sang gondolier itu pun baru bersuara
“Apaan tuh kata si gondolier, udah selesai ya jalannya” tanyaku penasaran
“Apa spesialnya dari senja ia hanya membuat langit berubah menjadi jingga terus berubah menjadi gelap itu saja”
“Itulah yang membuatnya menjadi begitu spesial, karena ia hanya sebentar dan fasenya itu sayang untuk dilewatkan, senja itu seperti simbol  batas akhir yang memuncak dengan keindahannya, terbayang olehku jika ada seseorang berjanji akan bersama-sama menanti senja terindah di setiap sore” aku tersenyum penuh berkaca-kaca untuk mengatakan itu dan ia hanya memandangku dengan heran.
Wow kata singkat yang cukup mewakili isi hati ya, wah sepertinya sudah magrib, lihatkan fase lembayungnya sudah tiba gondolanya pun sudah menepi” Syah menunjuk kelangit yang penuh dengan warna jingga keunguan itu.
Sejak saat itu aku berharap untuk bertemu dengannya setiap harinya di kanal dengan gondola yang sama. Manula yang tidak kuketahui namanya itu menatap senyum padaku dan mempersilahkan duduk di gondolanya. Aku berharap ia akan datang menemaniku seperti  kemarin sore. Tapi gondolanya melaju dengan perlahan seperti biasa hingga menjauh dari pangkalannya, aku pun menopang dagu karena tidak ada dia di sini. Akhir pekan yang selalu kupercaya bisa mempertemukan kami di fase paling romantis ternyata hanyalah harapan kosong semata.
Sebulan sudah  tidak pernah kulihat ia di kanal itu, seakan raganya menghilang begitu saja tanpa kabar.  Saat ia tidak pernah datang lagi ke kanal itu, aku hanya menunggunya di pangkalan hingga tibanya senja. Mungkin aku terlalu berharap banyak, bisa saja ia hanya ingin membantuku saja. Meski ia tidak akan pernah datang ke sini lagi aku akan selalu menanti senja tanpa gondola juga tentunya. Tapi hari pertama di bulan Mei ini ingin rasanya diriku mengitari kota air ini dengan gondola, kulihat manula yang pernah mengantarkan kami dulu, tak apalah sendiri pikirku
“Sir-sir” aku memanggilnya, dan ia pun mengangukan kepalanya tanpa bersuara aku pun naik  di gondola
Dari arah belakang, seperti ada beban yang tidak biasa menurutku dan saat aku menoleh kea rah belakang, ternyata itu dia dengan kemeja krimnya serupa senja yang memancarkan senyumnya padaku, akhirnya ia datang juga setelah sekian lama penantian hampaku
“Azura, ada yang ingin kupersembahkan untukmu”
Crepuscolo
Buonasera azura
Come sta azura
Piacere di conoscerti azura
Mi dispiace azura

Ku tahu kau telah menunggu
Sangat lama hanya di temani senja
Aku patut berterima kasih pada senja
Karena berkatnya kau sabar menantiku

Awal pertemuan disaksikan senja
Di atas gondola hatiku sudah terpana
Mendengar ucapanmu tentang keindahan
Crepuscolo, inilah puisi sederhana yang bisa
Kupersembahkan untukmu AZURA
Tt amo
***
“Syah Romantisnya puisi yang kau persembahkan untukku terima kasih”  suara ku sangat keras hingga membuat orang terkaget  melihat  tepuk tanganku dengan mata terpejam
“AZURA, kamu tidur ya dari tadi, sampai ngigau lagi. Malu-maluin kamu, sudah cuci muka sana”  Kata guru bahasa Indonesiaku. Aku pun tersipu malu dengan teman-temanku ternyata itu hanyalah mimpiku saja.

J TI AMO J