Lagenda
Putri Dara Nante
Dahulu
kala, lahir dan tumbulah seorang putri yang cantik jelita, sehingga ia diberi
nama Dara Nante. Kecantikannya membuat orang-orang takjub apalagi ia terlahir
dari keluarga bangsawan, yang kerajaannya bernama Sukadana. Di Istana Sukadanalah
kehidupannya nyaris sempurna. Apa saja yang diinginkan Putri Dara Nante pasti
akan terwujud. Tidak hanya cantik, ia juga memiliki hati yang sangat baik
kepada semua orang. Hingga semua orang memandangnya dengan penuh kagum.
Di
tempat nan jauh, yaitu Nanga Nyeri, hiduplah seorang pemuda bernama Babai
Cinga, namun nasibnya sangatlah memprihatinkan, karena sakit yang diderita,
membuat dirinya menjadi seorang pemuda buruk rupa, lalu ia pun diasingkan dari
desanya. Hingga ia memutuskan untuk tinggal di bawah Bukit Entinyu yang jauh
dari desa. Di sanalah ia merasa tenang, dan ia membuat dangau (rumah), dan ia
pun melaman (tinggal di hutan)
menanam sayur-sayuran. Karena tempat tinggalnya berdekatan dengan aliran
sungai, mentimun yang sangat besar itu pun jatuh ke sungai tanpa sepengetahuan Babai
Cingga.
Timun
itu terus melaju bersama derasnya air, dengan kekuatan yang mengakar timun itu
mampu menerjang derasnya arus yang hendak menghantam. Tanpa terasa timun itu
mampu melaju meninggalkan, Sungai Entinyu, Sungai Sekayam menuju Sungai Kapuas,
kemudian sampailah ia di Kerajaan Sukadana, dan terlihatlah oleh Putri Dara
Nante, ia dan beberapa dayang-dayangnya berjalan menuju ke arah timun yang
menyangkut di tiang istana yang berada di air. Putri Dara Nante pun
mengambilnya, tanpa sengaja ia pun memakan buah mentimun itu sampai habis. Para
dayang-dayangnya pun tercengang melihat kelakuan Putri Dara Nante.
Tersiarlah
berita bahwa Putri Dara Nante memakan buah mentimun yang tidak jelas asal
usulnya. Akhirnya banyak rakyat yang kagum padanya, berbalik mencaci di
belakangnya. Karena berita itu sudah sampai ke telinganya, ia pun merasa
bersalah atas kehilafanannya. Di depan semua orang ia berjanji tidak akan
mengulangi perbuatan itu lagi dan juga akan mencari siapa pemilik buah mentimun
itu. Raja pun merestuinya untuk mencari keberadaan sang pemilik mentimun.
Berbekal
informasi dari para pengawal yang telah menyelidiki asal mentimun itu yang
berada di Nanga Nyeri, Putri Dara Nante dan beberapa dayang juga pengawalnya
berlayar menyusuri Sungai Kapuas selama beberapa hari, kemudian berlayarlah
mereka di sebuah sungai yang bernama sungai sekayam, lalu menyusuri sungai entabai.
dengan memikul perasaan bersalah, Putri Dara Nante menyimpan janji, jika
pemilik mentimun itu perempuan maka ia akan menjadi saudaranya, dan jika
pemilik mentimun itu adalah seorang lelaki maka akan menjadi suaminya itulah
yang ia katakana kepada orang-orang.
Tibalah
mereka di desa bernama Nanga Nyeri, dan ia mengumpulakan orang-orang, untuk
bertanya siapa yang menanam buah mentimun yang telah dimakannya. Tapi, tidak
ada satu orang pun yang menanam timun yang dikatakan oleh Putri Dara Nante,
“Tidak
mungkin, di antara kalian yang tidak menanam timun itu, apakah orang-orang di
desa ini sudah tahu semua berita kedatanganku?”
“Ada
satu orang yang belum datang ke sini, tapi tidak mungkin dia yang menanam timun
itu!”
“Kalau
begitu, tolong panggilkan orang itu!!!”
“Dia
tinggal di dekat bukit Entinyu, lumayan jauh dari desa”
“Tidak
mengapa, atau tunjukan di mana keberadaan orang itu, biar kami yang pergi ke
sana”
Berkat
informasi dari warga, Putri Dara Nante bersama dayang dan pengawal segera
menghampiri kebenaran berita tersebut. Berjalan dengan menuju arah asap yang
mengepul, akhirnya mereka melihat sebuah dangau (rumah kecil) di kaki bukit,
terlihatlah sekelilingnya ada banyak sekali sayuran-sayuran yang memiliki
ukuran jumbo dengan sungai yang mengalir tenang di samping tumbuhan itu. Putri
Dara Nante pun baru mengerti dan yakin bahwa buah timun memang berasal dari
tempat tersebut.
Terdengarlah
suara batuk di dalam rumah tersebut. Putri Dara Nante pun menghampirinya.
“Permisi”
sambil mengetuk pintunya
Keluarlah
si Babai Cingga, terlihatlah sesosok pria yang buruk rupa juga berbau busuk,
sampai-sampai para dayang dan pengawalnya pun menutup hidung mereka. Putri Dara
Nante pun melihat sosok tersebut lalu ia tersenyum dan mengatakan maksud
kedatangannya.
“Apakah
tuan yang bernama Babai Cingga?”
“Ya
saya sendiri, ada apa kalian ke sini? Bukankah kalian mengasingkan saya selama
ini?”
“Tujuan
kami datang ke sini sebenarnya adalah mencari pemilik buah mentimun yang saya
temukan di tepian Istana Sukadana. Karena saya ingin meminta maaf telah lancang
memakan buah mentimun tanpa seizin anda. Sebagai gantinya jika tuan berkenan,
saya akan menunaikan janji saya pada semua orang. jika pemilik buah ini adalah
seorang perempuan maka akan menjadi saudara saya, dan jika seorang laki-laki
maka saya bersedia menikah dengannya”
“Apakah
saya pantas menjadi pendamping hidup, seorang putri seperti nona? Bukannya saya
menolak tetapi saya tidak merasa pantas saja”
“Tuan,
saya tidak pernah melihat seseorang dari rupa maupun keturunannya. Saya sangat
ikhlas menerima tuan, itu pun jika tuan berkenan menikah dengan saya”
Atas izin
yang di Atas, Putri Dara Nante dan Babai Cingga pun menikah di desa tersebut. Dalam
perjalanan pulang ke Kerajaan Sukadana, tiba-tiba Putri Dara Nante pun
merasakan kelelahan hingga singgahlah rombongannya di suatu tempat, dan dengan
ajaibnya seluruh Badan Babai Cingga bersinar hingga membuat semua orang kaget,
melihat penyakit Babai Cingga telah sembuh. Putri Dara Nante pun takjub
melihatnya, hingga ia memutuskan untuk mendirikan kerajaan di tempat tersebut
dan diberilah nama Sanggau.
Di kerajaan
Sanggau, Putri Dara Nante menjadi raja perempuan pertama yang memerintah
kerajaan dan Babai Cingga menjadi temenggungnya. Mereka pun menjalankan roda
pemerintahan dengan damai, juga melahirkan penerus yang tak kalah hebat seperti
orang tuannya.
Hingga
pada akhirnya Separuh hidup yang tersisa sangatlah bahagia bagi Putri Dara
Nante dan Juga Babai Cingga.