Kamis, 21 Januari 2016

LAGENDA PUTRI DARA NANTE

Lagenda Putri Dara Nante
Dahulu kala, lahir dan tumbulah seorang putri yang cantik jelita, sehingga ia diberi nama Dara Nante. Kecantikannya membuat orang-orang takjub apalagi ia terlahir dari keluarga bangsawan, yang kerajaannya bernama Sukadana. Di Istana Sukadanalah kehidupannya nyaris sempurna. Apa saja yang diinginkan Putri Dara Nante pasti akan terwujud. Tidak hanya cantik, ia juga memiliki hati yang sangat baik kepada semua orang. Hingga semua orang memandangnya dengan penuh kagum.

Di tempat nan jauh, yaitu Nanga Nyeri, hiduplah seorang pemuda bernama Babai Cinga, namun nasibnya sangatlah memprihatinkan, karena sakit yang diderita, membuat dirinya menjadi seorang pemuda buruk rupa, lalu ia pun diasingkan dari desanya. Hingga ia memutuskan untuk tinggal di bawah Bukit Entinyu yang jauh dari desa. Di sanalah ia merasa tenang, dan ia membuat dangau (rumah), dan ia pun melaman (tinggal di hutan) menanam sayur-sayuran. Karena tempat tinggalnya berdekatan dengan aliran sungai, mentimun yang sangat besar itu pun jatuh ke sungai tanpa sepengetahuan Babai Cingga.

Timun itu terus melaju bersama derasnya air, dengan kekuatan yang mengakar timun itu mampu menerjang derasnya arus yang hendak menghantam. Tanpa terasa timun itu mampu melaju meninggalkan, Sungai Entinyu, Sungai Sekayam menuju Sungai Kapuas, kemudian sampailah ia di Kerajaan Sukadana, dan terlihatlah oleh Putri Dara Nante, ia dan beberapa dayang-dayangnya berjalan menuju ke arah timun yang menyangkut di tiang istana yang berada di air. Putri Dara Nante pun mengambilnya, tanpa sengaja ia pun memakan buah mentimun itu sampai habis. Para dayang-dayangnya pun tercengang melihat kelakuan Putri Dara Nante.

Tersiarlah berita bahwa Putri Dara Nante memakan buah mentimun yang tidak jelas asal usulnya. Akhirnya banyak rakyat yang kagum padanya, berbalik mencaci di belakangnya. Karena berita itu sudah sampai ke telinganya, ia pun merasa bersalah atas kehilafanannya. Di depan semua orang ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi dan juga akan mencari siapa pemilik buah mentimun itu. Raja pun merestuinya untuk mencari keberadaan sang pemilik mentimun.

Berbekal informasi dari para pengawal yang telah menyelidiki asal mentimun itu yang berada di Nanga Nyeri, Putri Dara Nante dan beberapa dayang juga pengawalnya berlayar menyusuri Sungai Kapuas selama beberapa hari, kemudian berlayarlah mereka di sebuah sungai yang bernama sungai sekayam, lalu menyusuri sungai entabai. dengan memikul perasaan bersalah, Putri Dara Nante menyimpan janji, jika pemilik mentimun itu perempuan maka ia akan menjadi saudaranya, dan jika pemilik mentimun itu adalah seorang lelaki maka akan menjadi suaminya itulah yang ia katakana kepada orang-orang.

Tibalah mereka di desa bernama Nanga Nyeri, dan ia mengumpulakan orang-orang, untuk bertanya siapa yang menanam buah mentimun yang telah dimakannya. Tapi, tidak ada satu orang pun yang menanam timun yang dikatakan oleh Putri Dara Nante,

“Tidak mungkin, di antara kalian yang tidak menanam timun itu, apakah orang-orang di desa ini sudah tahu semua berita kedatanganku?”

“Ada satu orang yang belum datang ke sini, tapi tidak mungkin dia yang menanam timun itu!”

“Kalau begitu, tolong panggilkan orang itu!!!”

“Dia tinggal di dekat bukit Entinyu, lumayan jauh dari desa”

“Tidak mengapa, atau tunjukan di mana keberadaan orang itu, biar kami yang pergi ke sana”

Berkat informasi dari warga, Putri Dara Nante bersama dayang dan pengawal segera menghampiri kebenaran berita tersebut. Berjalan dengan menuju arah asap yang mengepul, akhirnya mereka melihat sebuah dangau (rumah kecil) di kaki bukit, terlihatlah sekelilingnya ada banyak sekali sayuran-sayuran yang memiliki ukuran jumbo dengan sungai yang mengalir tenang di samping tumbuhan itu. Putri Dara Nante pun baru mengerti dan yakin bahwa buah timun memang berasal dari tempat tersebut.

Terdengarlah suara batuk di dalam rumah tersebut. Putri Dara Nante pun menghampirinya.

“Permisi” sambil mengetuk pintunya

Keluarlah si Babai Cingga, terlihatlah sesosok pria yang buruk rupa juga berbau busuk, sampai-sampai para dayang dan pengawalnya pun menutup hidung mereka. Putri Dara Nante pun melihat sosok tersebut lalu ia tersenyum dan mengatakan maksud kedatangannya.

“Apakah tuan yang bernama Babai Cingga?”
“Ya saya sendiri, ada apa kalian ke sini? Bukankah kalian mengasingkan saya selama ini?”

“Tujuan kami datang ke sini sebenarnya adalah mencari pemilik buah mentimun yang saya temukan di tepian Istana Sukadana. Karena saya ingin meminta maaf telah lancang memakan buah mentimun tanpa seizin anda. Sebagai gantinya jika tuan berkenan, saya akan menunaikan janji saya pada semua orang. jika pemilik buah ini adalah seorang perempuan maka akan menjadi saudara saya, dan jika seorang laki-laki maka saya bersedia menikah dengannya”

“Apakah saya pantas menjadi pendamping hidup, seorang putri seperti nona? Bukannya saya menolak tetapi saya tidak merasa pantas saja”

“Tuan, saya tidak pernah melihat seseorang dari rupa maupun keturunannya. Saya sangat ikhlas menerima tuan, itu pun jika tuan berkenan menikah dengan saya”

Atas izin yang di Atas, Putri Dara Nante dan Babai Cingga pun menikah di desa tersebut. Dalam perjalanan pulang ke Kerajaan Sukadana, tiba-tiba Putri Dara Nante pun merasakan kelelahan hingga singgahlah rombongannya di suatu tempat, dan dengan ajaibnya seluruh Badan Babai Cingga bersinar hingga membuat semua orang kaget, melihat penyakit Babai Cingga telah sembuh. Putri Dara Nante pun takjub melihatnya, hingga ia memutuskan untuk mendirikan kerajaan di tempat tersebut dan diberilah nama Sanggau.

Di kerajaan Sanggau, Putri Dara Nante menjadi raja perempuan pertama yang memerintah kerajaan dan Babai Cingga menjadi temenggungnya. Mereka pun menjalankan roda pemerintahan dengan damai, juga melahirkan penerus yang tak kalah hebat seperti orang tuannya.

Hingga pada akhirnya Separuh hidup yang tersisa sangatlah bahagia bagi Putri Dara Nante dan Juga Babai Cingga.