Selasa, 26 Januari 2016

BUJANG KERAMAT

BUJANG KERAMAT

VERSI BAHASA MELAYU SANGGAU

Ujan pangkar kilat, di antong benama Balai Karangan. Pas di kampong nyak ada orang yang agik nganong bungas, pas gak ujan kilat nya nyak beranak, suara umak ah ajom kedinga gosak ujan, dukun beranak pun nulong umak ah noran anak ah nyak. Apak ah pun ada di siak, ngeliat bini ah pangkas ngis, ngerising noran anak ah nyak tepansut. Saking takut apak, ah pun kili-kulu bejalan begogar ngeliat ah. Beropai jam kemudian umak ah pun tediam dari pangkas ngis, pas kilat pun nyamar umak ah diserota dengan bunyi Guntur kuat. Ajom di sangka-sangka anak ah pun laher lelaki, tapi pina lama lagi ada keluar anak biak, sampai 3 kali, tapi mada sik suara ah, dukun beranak dengan apak ah pun aneh ngeliat ah.
Apak ah pun nyak netes aik mata ah ngeliat anak ah mati semua, di tongah suasana sedih, pangkar kilat tamak ke kamar, nyamar umak ah, tedingalah suara nangis anak biak, semua idak di siak kerayak ngeliat ah.
“Alhamdulilah, o abang laher anak kau tih, lelaki agik upa ah.”
“Ngih Ce’, situ kula migang nyak ngazankan”
Apak ah pun ngamik anak biak nyak lalu, liat ah “Ce’ ngapai anak biak tuk mada bunyi ah agik upa ah,” dilat ah somak-somak, tiba-tiba PLAK. Anak biak nyak nerajang muka apak ah samel ketawa “Ngapai tih bang, tejatu” anak biak tu tih nerajang kula pakai kaki ah, kuat ah gak ikau nak, bela menyadik kau ningal, ikau senirik jak yang betuah, apak muri nama ikau BUJANG KERAMAT”
Betaun-taun belalu, Bujang Keramat pun jadi anak bujang, malar nyantai di kayu’ ara somak aik Sekayam, dari kocik sampai bosar enya dengan kawan-kawan ah tuju nyantai di kayu’ ara, samel ngael gak.  udah belajar ngaji, masih lengkap kopeah di atas kepala, sarong yang diselempang, idak ah bejalan ke aik Sekayam ngabas pukat dengan kael. Urang-urang tuju dengan bujang keramat gosak budi pekerti ah.
Macam biasa Bujang Keramat pun ke aik Sekayam nyantai di kayu’ ara, lalu ada urang nanyong yang beperahu di aik, urang tua nyak ah mawa lelaki urang penatang. Jaman ah pun somak dengan kayu’ ara nyak, urang tua yang nanyong tih masih di atas perahu minta tulong dengan sidak ah.
“O , segela urang bujang, dari pada kitak mada polah bagus nulong pak ngah kau tuk ngobat tali perahu”
Idak ah pun nulong urang tua nyak ah, ngobat tali di jaman,
“Saja nak mati melayu ah nok gaya kita tuk, ngobat nyak pun nak mati lama ah”
“O,  pak ngah, masih beruntong dak kula mau nulong ngobat tali tuk ah, kami memang urang melayu, tapi asal pak ngah tau, ajom semua urang melayu nyak kelalah, biar kami tuk cuman petani, cuman cukup pakai makan jak, yang penting halal, kami urang melayu tuk ajom tamak harta pak ngah, emang pak ngah urang penatang, tau cakap melayu upa ah?”
“Terserah kita lah, yo tuan kita ke sana aja, malas saya nak beladen dengan sidak-sidak ni” urang tua nyak pun mawa urang penatang nyak pogi
“O, bujang aku curiga dengan sidak inang-inang ada burok empodu’ ah”
Pina lama, kecurigaan sidak ah pun bonar, urang penatang nyak, nyak enjajah Balai, nyak nguasai. Urang balai pun diiming-iming duet banyak teros, banyak kayu’ durian ditobang, dijadi ah papan pakai molah rumah.
Bujang pun naik pitam, ninga kampong, di jajah macam nyak. Nya pun bepiker, kalau di kampong ah mada sik agik durian, bearti durian paling nyaman mada sik agik di dunia tuk. Nya pun nyusun rencana. Dengan kekuatan kobal ah, tapi mada sik yang tau, bujang keramat nanam buah durian yang abis di tobang, secopat kilat. Urang kampong pun geger ngeliat kejadian nyak ah. Urang penatang yang burok empodu ah dengan pak ngah tih pun tekojut ngeliat durian yang di tobang tau tumuh bosar agik. Durian ajom sigik jenis agik,  bemacam-macam jenis ada yang upa emas, tembaga, ada yang mesik biji ah.
Urang kampong bekerumun ngeliat  segala kebon-kebon durian yang keramat nyak ah. Ajom disangka-sangka kedinga di kayu’ durian suara ngomong.
“Oy bela manusia, inang kitak mudah kona penagaruh urang-urang yang nyak ngerusak utan. Bela durian yang bemacam-macam nyak sebagai ganti, teros peringatan bagi kita supaya inang sama sekali ngerusak utan”
“Ngih Uju kayu’. Kami bole agik nerima urang yang beniat nyak ngerusak utan”
Bela urang-urang pu sadar dan bole agik nyual tanah apai agik nyual kebon durian ah. Sidak ah pun pulang ke rumah ah senirik-senirik bubar dari kerumun. Di atas kayu’ durian yang agik bebuah, Bujang pun dudok di dahan kayu’ ah, dipangkal ah buah durian nyak, samel kaki ah tejuntai ke bawah.  Pina lama, apak bujang keramat tekiak-kiak nyari anak ah. Apak ah pun ngenua’ ke atas lalu
“Di siak upa ikau nok, inang-inang ikau yang ngila bela urang tadi tih???”
“Hehehe, auk pak”
“BUUUUUUUUJAAAAAAAAAANG KERAMAT”

VERSI INDONESIA

BUJANG KERAMAT

Hujan di sertai petir dan kilat menyambar tempat bernama Balai Karangan. Di tempat itu kebetulan ada orang yang lagi mengandung anak pertama. Saat hujan disertai petir dan kilat itu ia pun hendak melahirkan. Suara sang ibu tidak terdengar karena hujan yang begitu deras. Dukun beranak pun membantu melahirkan anaknya. Sang ayah pun ada di situ, melihat isterinya yang lagi menangis meringis, hendak mengeluarkan anaknya. Saking takutnya sang ayah pun berjalan kesana-kemari, dengan bergetar. Beberapa saat kemudian sang ibu pun terdiam dari teriakannya, kilat pun sempat menyambar sang ibu, dan tak disangka-sangka sang anak pun lahir lelaki, tapi tidak lama kemudian terlahir lagi bayi hingga 3 kali berturut-turut, anehnya ketiga-tiga bayi itu tidak bersuara, dukun beranak dan ayahnya menatap aneh.
Sang ayah sempat meneteskan air mata melihat anaknya meninggal semua. Di tengah suasana sedih itu, petir disertai kilat masuk ke dalam kamar menyambar sang ibu, lalu tedengarlah suara sang anak, mereka semua pun kaget melihatnya.
“Alhamdulillah, o Abang lahir juga anakmu lelaki lagi sepertinya” kata si dukun beranak
                “Ya Ce’, bawa sini saya akan mengazankan”
Sang ayah pun memangku sang anak, lalu dilihatnya “ Ce, kenapa anak ini tidak ada suaranya” sang ayah pun melihat lebih dekat, tidak lama kemudian PLAK, sang anak itu menendang wajah sang ayah sambil tertawa girang. (kenapa kamu terjatuh bang?”, “Anak ini tadi menendang saya, pakai kakinya, kuat juga kamu ya nak, saudaramu yang lain meninggal, kamu sendiri saja yang beruntung dan kuat, ayah beri kamu nama BUJANG KERAMAT”
Tahun demi tahun berlalu, Bujang Keramat pun menjadi anak remaja yang suka bersantai di pohon Ara di dekat sungai Sekayam. dari kecil hingga besar, ia bersama teman-temannya suka bersantai di atas pohon ara tersebut. selesai belajar mengaji, masih lengkap kopiah di atas kepala, sarung yang diselempangkan, mereka berjalan menuju sungai sekayam mengunjungi jerat pukat dan juga pancingan. Orang-orang pun suka dengan bujang keramat karena budi pekertinya.
Seperti biasa Bujang Keramat pun bersantai di atas pohon ara dekat dengan sungai sekayam. tak lama kemudian ada orang yang berjualan dengan menggunakan perahu membawa lelaki pendatang, jamban nya pun dengan pohon ara. Orang tua yang berjualan tadi pun meminta tolong kepada mereka.
“ Para orang bujang, daripada tidak ada kerjaan,  lebih baik membantu pak ngah mengikatkan tali perahu ini di jamban!”             

mereka pun menolong orang tua itu, mengikatkan tali perahu ke jamban.
“Ya ampun, melayu sekali kalian ini, mengikat tali saja lama sekali”
“O, pak ngah, masih beruntung kami bantu mengikatkan tali ini, kami memang orang melayu, tapi asal pak ngah tahu, tidak semua orang melayu itu pemalas, biarpun kami hanya petani, hanya cukup makan saja, yang penting halal, kami orang melayu tidak tamak akan harta, pak ngah!, bukannya pak ngah juga orang melayu? Sepertinya bisa berbahasa melayu”
                “Terserah kalian saja, ayo tuan kita ke sana saja, malas rasanya bertengkar dengan mereka ini” pak ngah pun membawa orang pendatang itu pergi”
“Bujang aku curiga dengan mereka, jangan-jangan mereka hendak berniat jahat”
Tidak lama kemudian, kecurigaan mereka pun benar, orang pendatang itu ingin Menjajah Balai Karangan. Orang kampong pun diimingi uang yang banyak kemudian banyak pohon durian ditebang, dijadikan papan untuk membuat rumah.
Bujang Keramat pun naik darah, mendengar kampunya dijajah orang seperti itu. dia pun berpikir, kalau di kampongnya tidak ada durian lagi, berarti tidak ada lagi durian terenak di bumi ini. dia pun menyusun rencana. Dengan kekuatan kobal (super), tetapi tidak ada yang tahu, bujang keramat menanam buah durian, di tempat yang habis ditebang pohonnya, ia menanamnya secepat kilat. Orang kampong pun heboh melihat kejadian itu. orang pendatang dan pak ngah pun terkejut melihat pohon yang baru ditebang bisa tumbuh lagi dan duriannya tidak hanya satu jenis melainkan berbagai macam jenis,ada yang seperti emas, tembaga, bahkan ada yang tidak ada bijinya ketika dimakan.
Orang kampong berkumpul melihat kebun-kebun durian yang keramat. Tak disangka-sangka durian itu pun berbicara.
”Hai manusia, jangan kalian mudah terpengaruh orang-orang yang hendak merusak hutan. Durian yang ada itu sebagai pengganti, dan peringatan bagi kalian jang sampai merusak hutan”
Orang-orang pun tersadar dan tidak lagi menjual tanah apalagi menjual kebun duriannya. Mereka kemudian bubar pulang ke rumah masing-masing.  Di atas pohon durian yang sedang berbuah, bujang duduk di ranting yang besar sambil mebelah buah durian, dengan kaki yang berjuntai ke bawah. Tidak lama kemudia sang ayah pun berteriak-teriak mencari bujang. Sang ayah pun melihat ke atas, lalu
“Di situ kamu rupanya bujang, jangan-jangan kamu yang pura-pura jadi pohon yang bisa ngomong itu ya?”

“Hehehe, iya pak”
“BUUUUUUUUUUUUJAAAAAAAAAAAANG KERAMAT”