Kamis, 15 September 2016

CERPEN (PART 1): P E R T E M U A N


P E R T E M U A N
Jatuh memang sakit, tapi jatuh cinta bisa menyihir korbannya merasa bahagia hingga lupa diri bahkan lebih parah lagi menjadi malapetaka bagi masa depannya semua itu karena pertemuan
“kamu mau jodoh yang seperti apa ais?”
Pertanyaan itu cukup menamparku, kenapa kalimat itu harus berulang kali terucap dari orang terdekat. Apa salahnya sendiri? Sepertinya dunia ini tidak bisa dihuni orang yang berkomitmen sementara tanpa pasangan termasuklah aku. Hari-hari ku tidak pernah absen dari pria-pria yang mengetes tingkat kebaperan. Yang sabar sajalah,  pertanyaan anin tidak kujawab hanya terdiam sambil mengetik di laptop.
“memang jodoh sudah ditentukan Allah, tapi kita juga harus berusaha mendeteksi dengan mencarinya. Hanya doalah yang bisa menggiring kita untuk dipertemukan dengan dia. dulu sebelum bertemu bang Fais, aku punya banyak khayalan tentang pertemuan”
“PERTEMUAN” Aku pun mengernyitkan dahiku
“yah, pertemuan. Kata yang diimbuhi per dan an hingga menjadi makna yang bisa dimengerti semua orang yaitu pertemuan”
“apa lagi tuh, makin tidak paham deh sama kamu nin”
“berbagai khayalan yang masih kusimpan dibenakku tentang pertemuan aku dengan seseorang’
Aku semakin mengernyitkan dahi dan mengeleng-geleng kan kepala
“aku selalu berkhayal akankah pertemuan itu ketika aku sedang berjalan dan membawa buku lalu tertabrak oleh seorang yang tidak kulihat, karena pandanganku hanya tertuju pada buku yang jatuh dan buku yang terakhir seseorang mengambilkannya untukku lalu tanpa sengaja tatapan dari wajahnya yang manis cukup mengusir kepanikanku”
“hush, dosa itu zina mata loh nin” tambahku
“belum selesai, biarkan aku menyelesaikan baru bicara. Kemudia bisa juga pertemuan itu saat berada di perpustakaan saat sedang mencari buku, buku yang kucari pun kudapatkan tapi buku itu juga seperti ditarik dari arah sebelah, setelah berusaha menarik buku akhirnya kudapatkan juga dan terlihatlah sosok yang mungkin akan mengetarkan hatiku. Atau pertemuan itu mungkin saja di tempat yang menurutku paling sakral, masjid saat menuruni tangga layaknya putrid-putri di negeri dongeng itu, saking menghayati suasana aku pun tanpa sengaja terpeleset tiba-tiba dari arah belakang ada yang menyambutku hingga membuat aku tidak terjatuh ke lantai, tapi jatuh kepelukannya”
“ya ampun nin, itu dosa, khayalanmu itu” tanpa peduli kata-kataku ia pun melanjutkan perkataannya.
“atau ketika saat panas menyengat berubah menjadi hujan hingga membuatku tertahan di depan gedung, tanpa kusadari ada seorang pria yang sama sedang menunggu hujan reda di gedung seberang dengan sambil menatapku di antara rintik-rintik hujan”
“cukup nin, khayalan kamu itu terlalu klise, mana ada pertemuan seperti itu di perpustakaan, masjid, saat hujanlah, terlalu banyak nonton film romantic jadi bapernya menjadi-jadi sih” aku pun mengentikan khayalannya tentang pertemuan itu.
“tapi aku percaya kamu juga pernah bertemu dengan orang yang pernah singgah meski hanya sebentarkan. Bohong kalau ada orang yang tidak memiliki rasa sayang pada seseorang meski hanya sementara”
“manusiawi memang nin, aku akui kamu benar, meski aku tidak pernah punya status pacaran, rasa itu pernah singgah di hati” tanganku pun berhenti mengetik dan aku pun melanjutkan cerita pada anin.
***
Semenjak kuliah hidupku berubah total, lincah dan gesit membuat keceriaan tidak pernah hilang dari wajahku. Semester demi semester pun kulewati di jurusan sastra. waktu telah membuatku lupa untuk pergi bersenang dengan teman-teman. Benakku hanya dipenuhi dengan buku, buku, dan buku. Aku suka membaca dan setiap ada kesempatan pasti kusempatkan untuk membaca.
Terbiasa bertemu dan berdiskusi membuat seorang pria itu cukup membuatku kagum. Awalnya hanya sebatas itu, tapi aku sering menatapnya entah kenapa. kata-katanya yang penuh pemahaman dan juga kesopanan diri membuatku cukup menaruh sedikit rasa untuknya. Sampai pada suatu ketiaka ia pun menyatakan perasaannya di hadapan semua orang. tapi bukan padaku melainkan pada seorang perempuan yang manis. waktu itu aku hanya bisa menyimpan rasa itu begitu saja.
Tahun ketiga, kami berada di kampus membuat banyak perubahan semenjak kejadian itu tidak pernah terdengar kabarnya dengan gadis itu lagi dan kami pun masih seperti biasanya bercanda gurau. Namun, ada yang aneh dengannya, firasatku mengatakan ada sesuatu di matanya yang tidak kumengerti sampai pada suatu ketika, kami berkemupul di taman ia datang dan mengatakan hal yang tidak kupercaya di depan banyak orang
“ais, ada yang ingin kukatakan! Kalau aku ngelamar kamu gimana? Apa kamu mau menerimanya?”
Kalimat itu cukup membuatku bungkam seribu bahasa, dan tidak bisa berkata apa-apa.
“bagaimana ais?” hingga tiga kali kepadaku
Aku masih tidak percaya, sepertinya aku berada di negeri dongeng yang aku tidak tahu judulnya, rasanya sulit untuk kembali ke dunia nyata lagi dan harus memberikan keputusan. Aku memnutuskan untuk diam.
Diam itu membuat ia berubah 180 drajat celcius. Ia tidak seperti biasanya lagi, tapi terkadang ia berbicara panjang lebar kepadaku tanpa mengingat kejadian itu. sampai kudengar kabar dari seorang teman perempuan
“ais kamu benar, perempuan yang ia tulis di medsosnya itu larisa”
Rasa yang mulai berkembang biak itu musnah ketika firasat itu jelas adanya. Sejak itu aku tidak bisa menahan rasa kecewa, dengan mudahnya ia berpaling dari kata-katanya. Dari situlah aku mulai belajar mengikhlaskan dan hatiku tidak akan pernah bisa tumbuh lagi dan kubiarkan rasa itu terbunuh perlahan.
Pertemuan yang membuatku belajar bahwa hidup harus merelakan. Jatuh itu memang sakit, tapi jatuh cinta bisa membuat yang penyandangnya bahagia, sedih,  buta, gila bahkan bunuh diri, dan yang paling benar adalah mengikhlaskan juga bersabar untuk menuju cinta yang halal.
***
Anin meneteskan air matanya saat menedengar kisahku.
“ais” ia memeluku erat sambil menangis tersedu-sedu di bahuku
“yah, 2 tahun berlalu dan aku tidak bisa menghilangkan rasa itu sepenuhnya nin. Bersyukurlah kami yang seminggu lagi sudah bersama cinta yang halal. Kalau kitanya baik insya Allah jodoh kita juga baik nin, kamu sama bang fais, kalau bukan karena aku kalian tidak pernah ketemu kan, itulah hebatnya pertemuan”
“Alhamdulillah, kita nanti akan menjadi keluarga aisyah ranum”
“kumohon jaga cintamu pada saudarku faiz ishak ya aninda dara”