Jumat, 13 November 2015

Buku Pengobat Galau Part 2


Wonderful Life

Saat melihat buku ini, yang ada dipikiranku adalah keren, dari gambar covernya saja sudah menunjukan bahwa buku ini didesain dengan art yang begitu tinggi, setelah ku buku lembar demi lembar buku yang ditulis oleh Amalia Prabowo diterbitkan pada tahun 2015, di Jakarta, oleh Pt Gramedia, berjumlah 169 halaman ini membuatku bertanya kenapa di setiap jeda lembarannya selalu disuguhkan gambar yang tidak biasa?



Awal dari bab tentang ME, si penulis bercerita tentang perjalanan hidupnya dari masa kecilnya berada dalam didikan yang disiplin hingga menghantarkan ia untuk mendapatkan prestasi akademik yang memukau, hingga ada satu pesan yang memikat hati, darinya “Kemalasan itu penyakit yang paling berbahaya, jangan pernah penyakit malas hinggap pada dirimu, ia akan menindasmu, dunia akan runtuh, masa depanmu akan gelap” dan kata ini juga bisa membuat pembaca berhenti sejenak untuk meresapinya “Hidup adalah perjuangan untuk memenagkan persaingan, tidak ada tempat bagi orang-orang malas di kehidupan ini, mereka akan malas dan tersingkir, mereka akan menempati posisi terbawah

ada sebuah hal yang harus kita  ketahui bahwa tidak akan abadi sebuah keadaan di mana kita akan selalu berada di puncak, maka ada kalanya kita berada di bawah, dan saat berada di posisi tersebut, ikhlas adalah hal terindah yang harus diterapkan seseorang, karena itu merupakan proses menuju puncak kesuksesan yang lebih tinggi lagi.  Sebuah penolakan, yang penulis alami merupakan sebuah cerminan untuk kita menjalani kehidupan dengan tabah, karena masih banyak lagi orang yang nasibnya tidak seberuntung kita sekarang ini.


Di bagian dua tentang HIM penulis menceritakan tentang kehidupannya yang baru bersama buah hatinya. Ketika kesuksesan telah diraihnya Tuhan mengujinya lagi melalui anaknya yang menderita disleksia. Hati ibu mana yang tidak teriris sembilu saat mendengar anak yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya akan jadi seperti itu. garis keturunan yang berintelektual, mustahil baginya bahawa keturunannya mengalami penyakit tersebut.

kesibukan dalam kesuksesan sempat membuatnya terlena hingga mengabaikan anaknya, itu memang  hal yang manusiawi, karena manusia merupakan tempat khilaf dan salah. Tapi yang membuat pembaca salut dengan seorang ibu tunggal dengan dua orang anak ini adalah keputusannya untuk berusaha menyembuhkan penyakit tersebut, namun tidak ada satupun pengobatan yang berhasil, hingga pada satu titik, saat sang anak sedang menggambar  si ibu merasakan telepati yang begitu kuat bahwa dengan melukislah sang anak menemukan bakat yang sesungguhnya, meski disleksia itu tak dapat disembuhkan, hal tersebut karena ia percaya pada kekuatan energy positif yang dianugerahkan Tuhan kepadanya. Ada beberapa kata yang bisa kita renungi bersama “Keluarga adalah salah satu sumber kekuatanku dalam menghadapi kejamnya hidup”



Bagian ketiga tentang US, berkisah tentang si penulis dan kedua anaknya. Aku terhenti sebentar saat membaca bahwa terkadang Tuhan menitipkan nasehat atau solusi melalui mulut atau ucapan orang lain, hingga kerapuahan perlahan berubah menjadi sebuah semangat untuk berjuang kembali. Dan sang penulis berhasil menemukannya, hal tersebut bisa terlihat dari kata-kata indah yang dilukiskannya “Ternyata komunikasi membutuhkan wahana, ia tidak terjadi dengan sendirinya, wahana itu harus kita ciptakan” juga “ketika aku mulai membuka mata dan hati, aku kian merasakan berkah tuhan, kasih sayang tuhan”

Cerita tersebut sebagai peringatan kepada kita, bahwa tidak ada manusia yang hidupnya sempurna. Dalam keterbatasan terkadang kebahagiaan itu dirasakan saat berjuang menghadapinya. Seorang yang sukses dalam karirnya saja diberi ujian melalui anaknya, itu pertanda bahwa Tuhan menegur kita agar jangan terlena dalam sebuah kesuksesan yang hanya sementara. Pada halaman terakhir ini pertanyaan ku terjawab sudah. kulihat pada halaman awalnya bahwa sang ilustratornya Gambar cantik nan indah ini adalah karya dari seorang anak yang bernama  Aqqilurachman A. H. Prabowo yang juga menderita disleksia, kejutan yang tak terduga bagiku untuk mengakhiri buku ini.

Catatan di akhir tulisan, bahwa keterbatasan tak akan membatasi kita untuk berkarya, hanya ada kemauan saja, juga sebuah keyakinan yang kuat semua itu bisa terjadi, hal tersebut telah dibuktikan melalui kisah seorang ibu tunggal yang begitu sukses yang memilki anak menyandang disleksia. Meski sempat terkatung-katung memilih arah mana yang harus di tempuh, saat itu lah Tuhan mulai memperlihatkan titik terng secara perlahan, dan hasilnya sangatlah berlipat-lipat nikmat kebahagianan. Aku ingin menyampaikan bahwa, membaca kisah kalian memberiku semangat baru dan bersyukur atas nikmat yang diberikan, dan akan terus berkarya meski sederhana.

perlu tahu!!!