Senin, 09 November 2015

Menanti senja di khatulistiwa



Menanti Senja di khatulistiwa

Berdiri di antara tembok yang memisahkan sungai dan daratan adalah saat yang menyenangkan. Melihat ke arah sungai Kapuas yang luas, seakan carut marut pikiran terasa hilang  bersama hembusan angin. Meresapi belaian angin terasa segar karena sensasi aromaterapi bau tanah sehabis hujan. Hujan di hari Minggu membawaku ke petualangan ini, tiada kata yang tepat menggambarkan suasana hati saat itu selain kata “Amazing”

Minggu, 1 Oktober 2015, aku bersama temanku yang kupanggil Muam pergi ke kampung halamannya di Segedong. Hal tersebut memang sudah lama direncanakan, tapi baru direlisasikan sekarang. Ada sebuah keraguan saat hendak pergi ke sana, karena bentrokan dengan jadwal wawancaraku untuk masuk grup menulis nasional. Aku beranggapan bahwa hujan adalah pertanda rencana itu bukanlah yang terbaik dan rencana pertama adalah sebuah janji yang harus ditunaikan.

Setelah keraguan itu mualai hilang, Aku hanya berharap dan menantikan senja di Minggu sore, setelah semua perjalanan yang dilalui. Pukul 09. 30, motorku melaju di antara suasana mendung, kami melalui Siantan, kemudian Batu Layang, lalu Wajok, dan Jungkat, hingga akhirnya sampailah di Segedong. Di tengah perjalanan pada saat melalui Jungkat hujan sangatlah deras, hingga harus berteduh sejenak. Sekitar setengah jam hujan pun belum reda-reda, kami pun memutuskan untuk menmbus hujan yang tidak terlalu kuat.

Sesampai di rumah Muam, ada sebuah pemandangan indah saat seorang ibu menunggu kedatangan anaknya di teras rumah. Terlihat juga seorang adik kecil yang imut dan manis menanti kedatangan kami.  Sebuah pelajaran baru di mana kita berada di tempat yang belum pernah didatangi, meski hanya setengah hari, tapi banyak pengalaman yang aku dapatkan dari keluarga kecil ini. Terutama saat bersama adik permpuan Muam yang bernama Fitri berusia 7 tahun, ia mudah sekali untuk mengakrabkan diri. Keceriaan gadis kecil ini memberiku inspirasi untuk menjalani hidup lepas tanpa rasa kaku.

Suasana Minggu siang yang sayu, memberikan rasa nyaman saat bersantai di teras rumah temanku ini. Di tengah rintik-rintiknya yang tanpa henti, Fitri yang comel dan mengemaskan bercerita tanpa jeda kepadaku tentang sekolah dan temannya, hingga mengundang tawa yang tak tertahankan. Sementara itu Muam dan ibunya yang berada di dapur ikut tertawa mendengar suara Fitri yang lantang hingga terdengar sampai ke dapur. Kedua keluarga antara anak dan ibunya ini, melepaskan rasa rindu dengan memasak bersama hingga selesai.

 sampai akhirnya hujan pun  mulai reda, temanku pun mengajak untuk pulang pada pukul 15. 30, karena kata ibunya biasanya hujan di Segedong tidak akan benar-benar reda hingga malam hari. Mendengar pernyataan seperti itu kami pun pulang setelah makan. Sebenarnya aku masih ingin lama-lama di sana, karena ingin mendengar lebih banyak lagi cerita dari Fitri.

Motorku pun melaju pergi meninggalkan Segedong dengan rintik-rintik hujan yang masih tersisa. Ada beberapa rencana yang kami ingin lakukan selain pulang kampung Muam, yaitu berwisata di Jungkat Beach. Pada pukul 16. 15, tibalah aku dan temanku di sana, suasannya cukup sepi, mungkin karena faktor hujan. Setelah membayar tiket masuk sebesar 5.000, motorku pun melaju menuju batas antara Sungai Kapuas. Saat melihat sungai yang masih terasa mendung, aku hanya berharap bisa melihat senja yang indah di batas sungai dan langit, meski tak bisa melihat lembayungnya, tanda-tanda kemunculannya saja sudah cukup bagiku.

Senja adalah fase yang paling indah dan romantis, salah satu impianku adalah berdiri menatap langit untuk menyaksikan fase demi fase hingga membentuk senja yang indah. Di sana aku tak hanya menanti senja, tapi juga berfoto-foto di beton pembatas antara sungai dan daratan, ada beberapa wahana yang ditawarkan seperti bebek engkol kemudian memancing. Pada saat berkeliling kolam untuk mencari engel foto yang bagus tiba-tiba ada beberapa bapak-bapak yang lagi menuunggu pancingannnya dan seeorang dari mereka bertanya “Bagaimana dek pendapat kalian di sini”, dengan penuh senyuman kami menjawab “Lumayan Pak”.

Jam sudah menunjukan pukul 16. 40, hingga kami pun bergegas untuk pulang menjalankan misi selanjutnya untuk pergi ke Tugu Khatulistiwa. Sesampai di sana, jam menunjukan pukul 17. 01, masuk ke dalam area tugu hanya cukup membayar parkiran sebesar 2000 rupiah. Tapi, sayangnya kami tidak bisa masuk ke dalam tugunya sehingga hanya bisa berfoto di sekitar tugu saja. Saat kami mengambil gambar ada seorang tentara yang cukup tampan, sehingga temanku tanpa sadar mengatakan “Kita foto yuk dengan abang tentara itu” aku hanya tercengang mendengar perkataannya, tak disangka teman si tentara itu mendengar perkataan temanku tadi ia pun berkata “Foto aja dek dengan abang ini, kebetulan si abang ini lagi jomblo”. Temanku langsung memerah mukanya, rasanya muka ini tebal mendengar perkataannya tadi, si temanku ini pun sebenarnya ingin mengiakan tapi kutahan. Tapi kalau dipikir-pikir kenapa tentara itu ada di situ ya? Jangan-jangan emang mau cari jodoh. Hahaha.

Tidak banyak kata yang ingin kusampaikan untuk mengakhiri tuliasan ini mungkin hanya saat kita berada di tempat yang berbeda kita akan banyak belajar hal-hal baru, itulah yang akan membawa kita pada sebuah proses pendewasaan diri. Di akhir kata, terima kasih ibunya Muam atas makanannya yang enak, kemudian juga Fitri semoga selalu diberikan kelancaran dalam menuntut ilmu, juga Mu’ammaliah jangan keseringan galau.

Danke, Sob Muam Miss Kepo

SUASANA DI JUNGKAT BEACH


MISS KEPO LAGI BERPOSE





Tidak ada komentar:

Posting Komentar