Menanti
Senja di khatulistiwa
Berdiri di antara
tembok yang memisahkan sungai dan daratan adalah saat yang menyenangkan.
Melihat ke arah sungai Kapuas yang luas, seakan carut marut pikiran terasa
hilang bersama hembusan angin. Meresapi
belaian angin terasa segar karena sensasi aromaterapi bau tanah sehabis hujan.
Hujan di hari Minggu membawaku ke petualangan ini, tiada kata yang tepat
menggambarkan suasana hati saat itu selain kata “Amazing”
Minggu, 1 Oktober
2015, aku bersama temanku yang kupanggil Muam pergi ke kampung halamannya di
Segedong. Hal tersebut memang sudah lama direncanakan, tapi baru direlisasikan
sekarang. Ada sebuah keraguan saat hendak pergi ke sana, karena bentrokan
dengan jadwal wawancaraku untuk masuk grup menulis nasional. Aku beranggapan
bahwa hujan adalah pertanda rencana itu bukanlah yang terbaik dan rencana
pertama adalah sebuah janji yang harus ditunaikan.
Setelah keraguan
itu mualai hilang, Aku hanya berharap dan menantikan senja di Minggu sore,
setelah semua perjalanan yang dilalui. Pukul 09. 30, motorku melaju di antara
suasana mendung, kami melalui Siantan, kemudian Batu Layang, lalu Wajok, dan
Jungkat, hingga akhirnya sampailah di Segedong. Di tengah perjalanan pada saat
melalui Jungkat hujan sangatlah deras, hingga harus berteduh sejenak. Sekitar
setengah jam hujan pun belum reda-reda, kami pun memutuskan untuk menmbus hujan
yang tidak terlalu kuat.
Sesampai di rumah Muam,
ada sebuah pemandangan indah saat seorang ibu menunggu kedatangan anaknya di
teras rumah. Terlihat juga seorang adik kecil yang imut dan manis menanti kedatangan
kami. Sebuah pelajaran baru di mana kita
berada di tempat yang belum pernah didatangi, meski hanya setengah hari, tapi
banyak pengalaman yang aku dapatkan dari keluarga kecil ini. Terutama saat
bersama adik permpuan Muam yang bernama Fitri berusia 7 tahun, ia mudah sekali
untuk mengakrabkan diri. Keceriaan gadis kecil ini memberiku inspirasi untuk
menjalani hidup lepas tanpa rasa kaku.
Suasana Minggu
siang yang sayu, memberikan rasa nyaman saat bersantai di teras rumah temanku
ini. Di tengah rintik-rintiknya yang tanpa henti, Fitri yang comel dan
mengemaskan bercerita tanpa jeda kepadaku tentang sekolah dan temannya, hingga
mengundang tawa yang tak tertahankan. Sementara itu Muam dan ibunya yang berada
di dapur ikut tertawa mendengar suara Fitri yang lantang hingga terdengar
sampai ke dapur. Kedua keluarga antara anak dan ibunya ini, melepaskan rasa
rindu dengan memasak bersama hingga selesai.
sampai akhirnya hujan pun mulai reda, temanku pun mengajak untuk pulang
pada pukul 15. 30, karena kata ibunya biasanya hujan di Segedong tidak akan
benar-benar reda hingga malam hari. Mendengar pernyataan seperti itu kami pun
pulang setelah makan. Sebenarnya aku masih ingin lama-lama di sana, karena
ingin mendengar lebih banyak lagi cerita dari Fitri.
Motorku pun melaju
pergi meninggalkan Segedong dengan rintik-rintik hujan yang masih tersisa. Ada
beberapa rencana yang kami ingin lakukan selain pulang kampung Muam, yaitu
berwisata di Jungkat Beach. Pada pukul 16. 15, tibalah aku dan temanku di sana,
suasannya cukup sepi, mungkin karena faktor hujan. Setelah membayar tiket masuk
sebesar 5.000, motorku pun melaju menuju batas antara Sungai Kapuas. Saat
melihat sungai yang masih terasa mendung, aku hanya berharap bisa melihat senja
yang indah di batas sungai dan langit, meski tak bisa melihat lembayungnya,
tanda-tanda kemunculannya saja sudah cukup bagiku.
Senja adalah fase
yang paling indah dan romantis, salah satu impianku adalah berdiri menatap
langit untuk menyaksikan fase demi fase hingga membentuk senja yang indah. Di
sana aku tak hanya menanti senja, tapi juga berfoto-foto di beton pembatas
antara sungai dan daratan, ada beberapa wahana yang ditawarkan seperti bebek
engkol kemudian memancing. Pada saat berkeliling kolam untuk mencari engel foto
yang bagus tiba-tiba ada beberapa bapak-bapak yang lagi menuunggu pancingannnya
dan seeorang dari mereka bertanya “Bagaimana dek pendapat kalian di sini”,
dengan penuh senyuman kami menjawab “Lumayan Pak”.
Jam sudah
menunjukan pukul 16. 40, hingga kami pun bergegas untuk pulang menjalankan misi
selanjutnya untuk pergi ke Tugu Khatulistiwa. Sesampai di sana, jam menunjukan
pukul 17. 01, masuk ke dalam area tugu hanya cukup membayar parkiran sebesar
2000 rupiah. Tapi, sayangnya kami tidak bisa masuk ke dalam tugunya sehingga
hanya bisa berfoto di sekitar tugu saja. Saat kami mengambil gambar ada seorang
tentara yang cukup tampan, sehingga temanku tanpa sadar mengatakan “Kita foto
yuk dengan abang tentara itu” aku hanya tercengang mendengar perkataannya, tak
disangka teman si tentara itu mendengar perkataan temanku tadi ia pun berkata “Foto
aja dek dengan abang ini, kebetulan si abang ini lagi jomblo”. Temanku langsung
memerah mukanya, rasanya muka ini tebal mendengar perkataannya tadi, si temanku
ini pun sebenarnya ingin mengiakan tapi kutahan. Tapi kalau dipikir-pikir
kenapa tentara itu ada di situ ya? Jangan-jangan emang mau cari jodoh. Hahaha.
Tidak banyak kata
yang ingin kusampaikan untuk mengakhiri tuliasan ini mungkin hanya saat kita
berada di tempat yang berbeda kita akan banyak belajar hal-hal baru, itulah
yang akan membawa kita pada sebuah proses pendewasaan diri. Di akhir kata,
terima kasih ibunya Muam atas makanannya yang enak, kemudian juga Fitri semoga
selalu diberikan kelancaran dalam menuntut ilmu, juga Mu’ammaliah jangan
keseringan galau.
Danke, Sob Muam
Miss Kepo
SUASANA DI JUNGKAT BEACH
MISS KEPO LAGI BERPOSE
Tidak ada komentar:
Posting Komentar