Kamis, 07 Januari 2016

DONGENG: TUAH

Tuah
Terkisahkan di dua negeri bernama Balai di sebelah Timur dan Karangan di sebelah Barat. Hiduplah dua pasang anak manusia bernama Dara yang berada di negeri Balai dan Bujang di negeri Karangan. Kedua negeri itu menggunakan bahasa yang sama hingga ada sebuah pohon disebut dengan Kayu Tuah, dan ia berada di antara kedua negeri itu, juga menjadi pembatas kedua negeri, di sanalah mereka menemukan tuah (keberuntungan).

Di negeri Timur, terdengar teriakan seorang ibu yang sedang memarahi anaknya, ialah si gadis bernama Dara, ia sering dimarahi karena kasyikan bermain di sungai Sekayam, bersama teman-temannya. Pada hari itu ibunya marah besar karena si Dara tidak mau mendengarkan perkataan ibunya untuk melakukan pekerjaan rumah.

Betuah nok, ada anak dara malar nyak nyimpat merobat bemain, tadi umak nyuruh betopas leseng ah konai nok?beruntung ya punya anak dara, suka nyeleweng bermain, padahal tadi ibu menyuruh menyapu ke mana saja telinganya.

Si Dara hanya terdiam mendengar sang ibu memarahinya, sambil membetulkan kerudung yang sempat ditarik ibunya dan  karena tidak ingin mendengar ibunya marah-marah lagi, ia pun lari sekencang-kencangnya menyusuri pinggir sungai.

Sementara itu di waktu yang sama di negeri Barat si Bujang, yang sering dimarahi orang tuanya karena sering bermain tanpa mengingat waktu, hingga sore menjelang dengan sarung yang masih dipakainya juga kopiah yang masih bertenger di kepala, sang ibu pun memarahinya.

Ooo Bujang, saja betuah nok baru pulang ke rumah tu, konai jak ikau nyak? keluar dari rumah melolam pulang dah bahari, saja memang lah ikau nyak. Bagus empanak jak ikau pulang nyak, cari jak makan minum ikau senirikya ampun Bujang, beruntung ya,  baru pulang ke rumah sekarang, ke mana saja kamu? Pergi dari rumah pagi pulangnya sore, memang lah kamu ya. Lebih baik jangan kamu pulang, cari makan minum kamu sendiri.

Umak nyosar kula, kalau piak kula pogi jak dari rumah tukibu mengusir saya, kalau begitu saya akan pergi dari rumah ini.

Bujang pun pergi dan tidak menghiraukan teriakan ibunya lagi dan berjalan menyusuri sungai Sekayam. Di negeri Timur, si Dara pun berjalan ke arah Barat hingga ia melihat sebuah pohon yang tampak seperti layaknya pohon, tapi yang membuatnya berbeda adalah pohon itu seperti bersinar memancarkan kilauannya hingga membuat hutan itu bersinar terang. Si Dara pun berjalan menghampirinya dan ia pun bersandar di bawah pohon itu sambil menangis tersedu-sedu.

Tidak lama kemudian si Bujang pun melihat cahaya yang berasal dari sebuah pohon yang tampak bersinar terang, dan ia pun menghampirinya, ia perlahan duduk dan menyandarkan kepalanya. Tiba-tiba ia heran karena mendengar suara isakan tangis dari pohon itu.

Sopay nyak, inang kau nyak ngacau aku segala antu bangkitSiapa itu? jangan kamu menggangu aku hantu, setan!!!”

“Ikau sopay, kula bukan antu bangkit kula Dara” Kamu siapa? Aku Dara bukan hantu.

“Kula Bujang, jadi ikau betina yang nungu kayu’ tuk. Ji urang madah ada kayu antara antong Barat dengan antong Timur, nya mawa tuah teros ada penungu ah, tapi aku ajom pecaya jolu macam enya’, aku pecaya dengan Allah jak.” Aku Bujang, jadi kamu hantu perempuan penunggu pohon ini?. kata orang ada pohon antara tempat barat dan tempat timur, dia membawa keberuntungan terus ada penunggunya, tapi aku tidak percaya hal seperti itu, aku hanya percaya pada Allah saja.

Kula buka penungu kayu’ tu bah. Inang-inang ikau yang antu bangit? Sopay pun ikau, aku nyak bekesah, ngapay umakku malar ngerota’ aku bemain. Malar nyak becutak jak am, aku ajom gak malar bemarong jak am, aku udah ngaji baru am aku bemarong, tapi umakku nuduh aku malar nyak bemain jak ji ah. Kopa aku malar dituduh macam nyak” Aku bukan hantu penunggu pohon. Jangan-jangan kamu yang hantu? Siapa pun kamu, aku ingin bercerita, kenapa ibuku sering melarang aku untuk bermain, sering marah saja, aku tidak juga sering bermain, sesudah mengaji barulah aku bermain, tapi ibuku bilang aku sering bermain saja.

Sama jak upa nasib ikau dengan aku, umak ku gak malar becutak dengan aku. Padah ah aku malar nyak bemain, padahal bah aku malar berlajar ngaji gak, selain nyak aku ngael, tapi mada kala mawa pulang, kami dah dapat ikan langsung ditunu disia’ am, ari tu umakku bonar-bonar ngangat am nyaSama nasib kita berdua. Ibuku juga sering memarahi aku. Dibilang sering bermain, padahal aku sering belajar mengaji juga, selain itu aku memancing, tapi tidak membawa pulang hasilnya, dapat ikan langsung dibakar di situ saja. hari ini ibuku marah besar.

Secara tiba-tiba pohon itu tampak bergerak, pohon itu pun bersuara hingga membuat kedua anak manusia ini kaget.

Oy anak manusia, aku tuk kayu Tuah, aku sama macam kitak ciptaan Allah gak, kitak sepatut ah besyukur masih ada umak-apak lengkap, ajom macam aku senirik am sebatang kara, kalau kitak ngerasa ajom salah padah baik-baik dengan urang tua nyak. Inang ngelalis, bole ninga omong orang tua, kalau umak diri nyuruh diri kerja dulu di rumah, kerja tih dulu, baru bemain, kalau nyak ngaji inang cuman belajar di luar jak, belajar gak di rumah, kalau kitak piak nyaman kau urang tua ngeliat ahOh anak manusia, aku ini kayu beruntung, aku seperti kalin ciptaan Allah juga, kita seharusnya bersyukur masih ada ibu dan bapak, tidak seperti aku hanya sendiri dan sebatang kara. Jika kalian merasa tidak bersalah katakana baik-baik pada orang tua. jangan membangkang, tidak mau mendengar omongan orang tua, jika ibumu menyuruh mengerjakan pekerjaan rumah kerjakan dulu, jikan mau mengaji jangan Cuma belajar di luar belajar juga di rumah juga, jika seperti itu orang tua akan senang melihatnya.

Tiba-tiba dari arah barat dan timur munculah kedua orang tua dari anak tersebut. dan mereka pun memeluk putra dan putri mereka, mendengar teriakan dari balik pohon, mereka pun terkaget bahwa ada orang tua  dengan seorang anak seperti mereka juga. Si dara pun kaget bahwa ada seorang anak pria, yang bersama dengannya di balik pohon.

Hah ikau manusia kira tih antu bangkit” si bujang berkata. Hah kamu manusia, kirain hantu.

Inang macam tu’ agik ngelari diri di utan tu, bahaya apay agik sampai nyak ke negeri seborangJangan seperti ini lagi melarikan diri di hutan, bahaya tahu apalagi sampai ke negeri sebelah.

Ikau pun peak gak bujang, inang ,macam nyak agik, upa betina ah gak gaya ah, ngelari diriKamu juga begitu bujang, jangan seperti itu lagi, macam perempuan gayanya, melarikan diri.

Mereka pun berkata jujur dan berkata yang sebenar benarnya bahwa mereka tidak hanya bermain saja, melainkan juga belajar ilmu agama dan mereka pun berjanji akan mendengarkan apa kata orang tua. sehingga permasalahan itu pun dapat diluruskan.


Si pohon tuah pun merasa bersyukur dan beruntung karena bisa menasehatkan kedua anak manusia tadi, dalam pancaran kilauan dirinya ia tampak tersenyum merasakan tuah yang ia berikan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar