Setengah Hati
“Mendalami
jiwa yang terkadang atau bahkan dipenghujung kerapuhan sungguh sangat sulit
untuk membawanya kembali seperti sedia kala, jalan terakhir hanya dirimulah
yang bisa menyelamatkan kehidupanmu yang setengah hati”
“AAAAAAAAAA,
TIDAAAAAAAAAAAAK” aku terbangun mimpi buruk
hingga membuatku bersuara keras. Nafasku tak beraturan. Tubuhku panas
bercampur keringat. Kupandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Seseorang
yang kulihat berjubah hitam yang tak memperlihatkan wajahnya itu berbicara
sambil menuntunku melewati lorong yang begitu gelap lalu ia mengatakan
kata-kata itu. Otakku merekam dengan sempurna kata-kata itu hingga membuat ia terngiang-ngiang
di kepala ini. Penghujung lorong yang berujung pada sebuah rasa yang sangat
sakit kurasakan yang pada akhirnya membangunkanku saat ini.
***
“Aku
pasti bisa, aku perempuan tangguh. Bisa bisa bisa bisa bisa bisa bisa bisa
bisa”. kata-kata itu kuucapkan dengan perlahan sambil mengepalkan tangan hingga
masuk ke ruang kelas.
Saat
berada di depan pintu duniaku seakan mengawang-awang, jantungku pun rasanya mau
copot sejadi jadinya. Kupandang wajah
mereka yang senyam senyum ada juga yang menaikan alisnya dengan jari telunjuk
yang berada di kening.
“SAMILA
PUTRI” mata panda yang melotot dengan garangnya
“KAMU
LAGI, KAMU LAGI TELAT TERUS MAU JADI APA KAMU ATUH” mata panda itu kembali
memandangku sambil menyimpan tangan di pingangnya.
Kakiku
pun berhenti di ambang pintu. Langkah kakiku Berhenti karena hentakan suara Bu
Sarinah yang membuat seisi ruangan
menjadi menggema. Seperti itulah keseharian semenjak terjadinya mimpi buruk
yang sering kualami.
“Kamu
kenapa telat kita hari ini persentasi Sam” bisik Dita padaku
“Iya
aku tahu. Tadi aku kesiangan akibat mimpi buruk” bisiku padanya
“Kalian
berdua cepat maju sudahlah hari ini persentasi telat lagi” Bu Sarinah pun
sangat marah kepada kami berdua.
“Itulah
penyajian persentasi dari kelompok kami, dipersilahkan jika teman-teman ada
yang belum paham atau ada yang ingin menambahkan disilahkan untuk dua orang
pada sesi pertama” Momen inilah yang
paling kubenci karena kebanyakan mereka bukannya tidak paham tapi menguji atau
bahkan menjatuhkan temannya sendiri saat persentasi.
Pikiranku
melayang entah ke mana dan badanku bergetar dan kudengar ucapanku seperti
terbata-bata kulihat wajah mereka yang seperti mengeleng-gelengkan kepala dan
tertawa kecil. Batinku perlahan-lahan ciut
dan membuat diriku seperti terjermbab di lantai berulang-ulang kali. Setiap
persentasi diriku selalu menetapkan target untuk berhasil belajar pun tidak
pernah kulewatkan. Menjelang pelaksanaannya semua harapan itu sirna menjadi
sebuah benalu berakibat pada rasa malu karena penyampaian tidak tersampaikan
dengan baik.
Kegagalan
membuatku berkali-kali jatuh terjermbab ke dalam sebuah rasa ketakutan. Pernahku
lawan takut yang bersarang di pikiran ini tapi, kekuatannya begitu besar
mempengaruhi alam bawah sadarku. Semua itu berawal sebuah kegagalan yang aku
alami pertama kali di masa SMA. Menghadapi berbagai keputusan membuat pikiranku
mendatangkan kebingungan membuatku menjalaninya setengah hati.
Persentasi
pun usai aku kembali ke tempat dudukku sambil menopang tangan di dagu. Terdiam diriku
dalam lamunan, lalu kubertanya pada diriku sendiri “Mengapa nyaliku begitu
kecil sementara ambisiku begitu besar? Telah lama kubungkam semua yang ingin
kusampaikan tapi akhirnya kembali lagi pada rasa setengah hati dalam
menjalaninya. Kegagalan saat kuingin mendapatkan beasiswa masih tidak bisa
lepas dari pikiranku.
“Sam,
Sam, Sam?” Dita menggoyang-goyangkan tubuhku
“Emm yah. Ada apa?” aku pun terlepas dari
lamunanku
“Kamu
kenapa? Pasti mikirin persentasi tadi ya. Aku rasa ada sesuatu yang salah di
dalam dirimu yang membuatmu seperti ini. Kamu itu orang yang cerdas loh, masa
berbicara sesimple itu saja kamu tidak bisa. Kamu harus tegas pada dirimu
sendiri jangan terkatung-katung dengan nasib yang tak jelas”
Aku
hanya diam mendengar perkataannya. Memang mudah mengatakan AKU PASTI BISA, tapi
butuh keyakinan yang kuat untuk membangun tembok-tembok kuat sebagai tameng badai-badai yang mengahantam semangat. Lelah
berharap membuatku merelakan impian-impian besar begitu saja. Tanpa sadar
diriku seperti hidup dalam dunia yang dikerubungi berbagai prasangka yang
membawa kerapuhan mendalam.
Setengah
keberhasilan pernah kuraih diawal keyakinan yang kupegang dengan erat. Olimpiade
sains tingkat kabupaten pernah mengantarkanku sebagai pemenang olimpiade
geografi, dan keinginanku dari dulu adalah menjadi seorang yang ahli dibidang
itu, aku bercita-cita ingin menjadi bagaian dari orang-orang BMKG (Badan
Meteologi, klimatologi dan Geofisika) yang bisa membantu orang-orang terhindar
dari bencana yang mengancam keselamatan mereka. Setiap ada berita tentang
bencana di televisi aku selalu berharap akan menjadi penyelamat dan pemberi
isyarat tentang kemungkinan terjadinya gempa itu.
Bencana
itu pun menerpaku di saat hatiku terbesit sedikit keraguan, tapi aku tetap
mengharap impian itu akan menjadi kenyataan. Berbulan-bulan selama masa akhir
SMA kuurus berkas-berkas untuk menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang
kuimpikan dari dulu. Hingga tibalah pengumumannya
Kubuka
dengan perasaan deg-degan pada layar monitor menuliskan nomor peserta dalam
hitungan detik jawabannya pun keluar dan ternyata “SAMILA PUTRI-CADANGAN”
Betapa hancur dan sakitnya perasaanku melihat kalimat itu tertulis dengan
jelas, rasanya ku tak ingin menghadapi kenyataan ini. Hingga berbulan-bulan
lagi kutunggu kabar berita dari status cadangan menjadi diterima itu tak kunjung
tiba kuputuskan untuk melepaskan impian terbesar itu dengan perasan yang
setengah hati, karena hidup harus tetap di jalani meski berat untuk menerima
semua itu.
“Sam,
Sam, Sam, SAMILA PUTRI” Dita berusaha membangunkanku dari lamunan panjangku tadi
“Iya
Dit, maafkan aku. Rasanya memang sulit merelakan semua yang telah terjadi di
masa lalu, meski kucoba ribuan cara untuk mengembalikan diriku seperti dulu
lagi itu tak mungkin, setengah hatiku masih tertinggal di masa lalu yang membuatku
terlanjur tengelam bersamanya. Tapi akanku coba meski jujur sangat sulit ku
lepas bayang-bayang kegagalan itu”
“Sam,
untuk apa kamu sesali peristiwa yang telah berlalu. Mungkin itu adalah jalan
yang Tuhan pilihkan untukmu menuju kesuksesan. Kita harus banyak bersyukur loh
masih bisa kuliah, badan pun masih sehat, tanpa kekurangan suatu apa pun. Masih
banyak orang yang jauh kurang beruntung dari kita. masih ingatkan sama pemulung
yang lewat depan kita waktu itu, ia memberikan senyum terbaiknya kepada kita
meski memikul barang bekas yang begitu banyak sampai-sampai badannya bongkok,
meski begitu ia terlihat bahagia. Maka dari itu kita patut banyak-banyak
bersyukur”
***
Mentari
pagi memabangunku dengan semilir angin dari celah celah jendela. Tidak ada lagi
mimpi buruk dan orang berjubah hitam itu lagi menghantui pikiranku, karena
keterpurukan yang kuciptakan dari pikiran salah itu. pancaran sang mentari
menyilaukan pandangan saat kubuka kelopak mata satu persatu. Kubangkit dari
tempat tidur dan kubuka jendela dan aku
bergumam dalam hati
“Setengah
hati yang terjebak masa lalu memberikanku kekuatan untuk membangun separuhnya
lagi dengan tembok-tembok keyakinan yang masih tersisa, langkah kaki pun terasa
ringan berdiri di depan jendela dan
membukanya lebar-lebar untuk melihat pesawat yang mengukir kondenisasi dilangit
dengan kata AKU PASTI BISA sebagai simbol semangat baru”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar