Sabtu, 16 April 2016

CERPEN: SETENGAH HATI

Setengah Hati
“Mendalami jiwa yang terkadang atau bahkan dipenghujung kerapuhan sungguh sangat sulit untuk membawanya kembali seperti sedia kala, jalan terakhir hanya dirimulah yang bisa menyelamatkan kehidupanmu yang setengah hati”
“AAAAAAAAAA, TIDAAAAAAAAAAAAK” aku terbangun mimpi buruk  hingga membuatku bersuara keras. Nafasku tak beraturan. Tubuhku panas bercampur keringat. Kupandangi langit-langit kamar dengan tatapan kosong.
Seseorang yang kulihat berjubah hitam yang tak memperlihatkan wajahnya itu berbicara sambil menuntunku melewati lorong yang begitu gelap lalu ia mengatakan kata-kata itu. Otakku merekam dengan sempurna kata-kata itu hingga membuat ia terngiang-ngiang di kepala ini. Penghujung lorong yang berujung pada sebuah rasa yang sangat sakit kurasakan yang pada akhirnya membangunkanku saat ini.
***
“Aku pasti bisa, aku perempuan tangguh. Bisa bisa bisa bisa bisa bisa bisa bisa bisa”. kata-kata itu kuucapkan dengan perlahan sambil mengepalkan tangan hingga masuk ke ruang kelas.
Saat berada di depan pintu duniaku seakan mengawang-awang, jantungku pun rasanya mau copot sejadi jadinya. Kupandang  wajah mereka yang senyam senyum ada juga yang menaikan alisnya dengan jari telunjuk yang berada di kening.
“SAMILA PUTRI” mata panda yang melotot dengan garangnya
“KAMU LAGI, KAMU LAGI TELAT TERUS MAU JADI APA KAMU ATUH” mata panda itu kembali memandangku sambil menyimpan tangan di pingangnya.

Kakiku pun berhenti di ambang pintu. Langkah kakiku Berhenti karena hentakan suara Bu Sarinah yang  membuat seisi ruangan menjadi menggema. Seperti itulah keseharian semenjak terjadinya mimpi buruk yang sering kualami.
“Kamu kenapa telat kita hari ini persentasi Sam” bisik Dita padaku
“Iya aku tahu. Tadi aku kesiangan akibat mimpi buruk” bisiku padanya
“Kalian berdua cepat maju sudahlah hari ini persentasi telat lagi” Bu Sarinah pun sangat marah kepada kami berdua.
“Itulah penyajian persentasi dari kelompok kami, dipersilahkan jika teman-teman ada yang belum paham atau ada yang ingin menambahkan disilahkan untuk dua orang pada sesi pertama”  Momen inilah yang paling kubenci karena kebanyakan mereka bukannya tidak paham tapi menguji atau bahkan menjatuhkan temannya sendiri saat persentasi.
Pikiranku melayang entah ke mana dan badanku bergetar dan kudengar ucapanku seperti terbata-bata kulihat wajah mereka yang seperti mengeleng-gelengkan kepala dan tertawa kecil. Batinku perlahan-lahan ciut dan membuat diriku seperti terjermbab di lantai berulang-ulang kali. Setiap persentasi diriku selalu menetapkan target untuk berhasil belajar pun tidak pernah kulewatkan. Menjelang pelaksanaannya semua harapan itu sirna menjadi sebuah benalu berakibat pada rasa malu karena penyampaian tidak tersampaikan dengan baik.
Kegagalan membuatku berkali-kali jatuh terjermbab ke dalam sebuah rasa ketakutan. Pernahku lawan takut yang bersarang di pikiran ini tapi, kekuatannya begitu besar mempengaruhi alam bawah sadarku. Semua itu berawal sebuah kegagalan yang aku alami pertama kali di masa SMA. Menghadapi berbagai keputusan membuat pikiranku mendatangkan kebingungan membuatku menjalaninya setengah hati.
Persentasi pun usai aku kembali ke tempat dudukku sambil menopang tangan di dagu. Terdiam diriku dalam lamunan, lalu kubertanya pada diriku sendiri “Mengapa nyaliku begitu kecil sementara ambisiku begitu besar? Telah lama kubungkam semua yang ingin kusampaikan tapi akhirnya kembali lagi pada rasa setengah hati dalam menjalaninya. Kegagalan saat kuingin mendapatkan beasiswa masih tidak bisa lepas dari pikiranku.
“Sam, Sam, Sam?” Dita menggoyang-goyangkan tubuhku
Emm yah. Ada apa?” aku pun terlepas dari lamunanku
“Kamu kenapa? Pasti mikirin persentasi tadi ya. Aku rasa ada sesuatu yang salah di dalam dirimu yang membuatmu seperti ini. Kamu itu orang yang cerdas loh, masa berbicara sesimple itu saja kamu tidak bisa. Kamu harus tegas pada dirimu sendiri jangan terkatung-katung dengan nasib yang tak jelas”
Aku hanya diam mendengar perkataannya. Memang mudah mengatakan AKU PASTI BISA, tapi butuh keyakinan yang kuat untuk membangun tembok-tembok kuat sebagai tameng  badai-badai yang mengahantam semangat. Lelah berharap membuatku merelakan impian-impian besar begitu saja. Tanpa sadar diriku seperti hidup dalam dunia yang dikerubungi berbagai prasangka yang membawa kerapuhan mendalam.
Setengah keberhasilan pernah kuraih diawal keyakinan yang kupegang dengan erat. Olimpiade sains tingkat kabupaten pernah mengantarkanku sebagai pemenang olimpiade geografi, dan keinginanku dari dulu adalah menjadi seorang yang ahli dibidang itu, aku bercita-cita ingin menjadi bagaian dari orang-orang BMKG (Badan Meteologi, klimatologi dan Geofisika) yang bisa membantu orang-orang terhindar dari bencana yang mengancam keselamatan mereka. Setiap ada berita tentang bencana di televisi aku selalu berharap akan menjadi penyelamat dan pemberi isyarat tentang kemungkinan terjadinya gempa itu.
Bencana itu pun menerpaku di saat hatiku terbesit sedikit keraguan, tapi aku tetap mengharap impian itu akan menjadi kenyataan. Berbulan-bulan selama masa akhir SMA kuurus berkas-berkas untuk menjadi mahasiswa di perguruan tinggi yang kuimpikan dari dulu. Hingga tibalah pengumumannya
Kubuka dengan perasaan deg-degan pada layar monitor menuliskan nomor peserta dalam hitungan detik jawabannya pun keluar dan ternyata “SAMILA PUTRI-CADANGAN” Betapa hancur dan sakitnya perasaanku melihat kalimat itu tertulis dengan jelas, rasanya ku tak ingin menghadapi kenyataan ini. Hingga berbulan-bulan lagi kutunggu kabar berita dari status cadangan menjadi diterima itu tak kunjung tiba kuputuskan untuk melepaskan impian terbesar itu dengan perasan yang setengah hati, karena hidup harus tetap di jalani meski berat untuk menerima semua itu.
“Sam, Sam, Sam, SAMILA PUTRI” Dita berusaha membangunkanku dari lamunan panjangku tadi
“Iya Dit, maafkan aku. Rasanya memang sulit merelakan semua yang telah terjadi di masa lalu, meski kucoba ribuan cara untuk mengembalikan diriku seperti dulu lagi itu tak mungkin, setengah hatiku masih tertinggal di masa lalu yang membuatku terlanjur tengelam bersamanya. Tapi akanku coba meski jujur sangat sulit ku lepas bayang-bayang kegagalan itu”
“Sam, untuk apa kamu sesali peristiwa yang telah berlalu. Mungkin itu adalah jalan yang Tuhan pilihkan untukmu menuju kesuksesan. Kita harus banyak bersyukur loh masih bisa kuliah, badan pun masih sehat, tanpa kekurangan suatu apa pun. Masih banyak orang yang jauh kurang beruntung dari kita. masih ingatkan sama pemulung yang lewat depan kita waktu itu, ia memberikan senyum terbaiknya kepada kita meski memikul barang bekas yang begitu banyak sampai-sampai badannya bongkok, meski begitu ia terlihat bahagia. Maka dari itu kita patut banyak-banyak bersyukur”
***
Mentari pagi memabangunku dengan semilir angin dari celah celah jendela. Tidak ada lagi mimpi buruk dan orang berjubah hitam itu lagi menghantui pikiranku, karena keterpurukan yang kuciptakan dari pikiran salah itu. pancaran sang mentari menyilaukan pandangan saat kubuka kelopak mata satu persatu. Kubangkit dari tempat tidur  dan kubuka jendela dan aku bergumam dalam hati
“Setengah hati yang terjebak masa lalu memberikanku kekuatan untuk membangun separuhnya lagi dengan tembok-tembok keyakinan yang masih tersisa, langkah kaki pun terasa ringan  berdiri di depan jendela dan membukanya lebar-lebar untuk melihat pesawat yang mengukir kondenisasi dilangit dengan kata AKU PASTI BISA sebagai simbol semangat baru”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar