BUJANG KERAMAT
VERSI BAHASA MELAYU SANGGAU
Ujan
pangkar kilat, di antong benama Balai Karangan. Pas di kampong nyak ada orang
yang agik nganong bungas, pas gak ujan kilat nya nyak beranak, suara umak ah
ajom kedinga gosak ujan, dukun beranak pun nulong umak ah noran anak ah nyak.
Apak ah pun ada di siak, ngeliat bini ah pangkas ngis, ngerising noran anak ah
nyak tepansut. Saking takut apak, ah pun kili-kulu bejalan begogar ngeliat ah.
Beropai jam kemudian umak ah pun tediam dari pangkas ngis, pas kilat pun nyamar
umak ah diserota dengan bunyi Guntur kuat. Ajom di sangka-sangka anak ah pun
laher lelaki, tapi pina lama lagi ada keluar anak biak, sampai 3 kali, tapi
mada sik suara ah, dukun beranak dengan apak ah pun aneh ngeliat ah.
Apak
ah pun nyak netes aik mata ah ngeliat anak ah mati semua, di tongah suasana
sedih, pangkar kilat tamak ke kamar, nyamar umak ah, tedingalah suara nangis
anak biak, semua idak di siak kerayak ngeliat ah.
“Alhamdulilah,
o abang laher anak kau tih, lelaki agik upa ah.”
“Ngih
Ce’, situ kula migang nyak ngazankan”
Apak
ah pun ngamik anak biak nyak lalu, liat ah “Ce’ ngapai anak biak tuk mada bunyi
ah agik upa ah,” dilat ah somak-somak, tiba-tiba PLAK. Anak biak nyak nerajang muka
apak ah samel ketawa “Ngapai tih bang, tejatu” anak biak tu tih nerajang kula
pakai kaki ah, kuat ah gak ikau nak, bela menyadik kau ningal, ikau senirik jak
yang betuah, apak muri nama ikau BUJANG KERAMAT”
Betaun-taun
belalu, Bujang Keramat pun jadi anak bujang, malar nyantai di kayu’ ara somak
aik Sekayam, dari kocik sampai bosar enya dengan kawan-kawan ah tuju nyantai di
kayu’ ara, samel ngael gak. udah belajar
ngaji, masih lengkap kopeah di atas kepala, sarong yang diselempang, idak ah
bejalan ke aik Sekayam ngabas pukat dengan kael. Urang-urang tuju dengan bujang
keramat gosak budi pekerti ah.
Macam
biasa Bujang Keramat pun ke aik Sekayam nyantai di kayu’ ara, lalu ada urang
nanyong yang beperahu di aik, urang tua nyak ah mawa lelaki urang penatang.
Jaman ah pun somak dengan kayu’ ara nyak, urang tua yang nanyong tih masih di
atas perahu minta tulong dengan sidak ah.
“O
, segela urang bujang, dari pada kitak mada polah bagus nulong pak ngah kau tuk
ngobat tali perahu”
Idak
ah pun nulong urang tua nyak ah, ngobat tali di jaman,
“Saja
nak mati melayu ah nok gaya kita tuk, ngobat nyak pun nak mati lama ah”
“O,
pak ngah, masih beruntong dak kula mau
nulong ngobat tali tuk ah, kami memang urang melayu, tapi asal pak ngah tau,
ajom semua urang melayu nyak kelalah, biar kami tuk cuman petani, cuman cukup
pakai makan jak, yang penting halal, kami urang melayu tuk ajom tamak harta pak
ngah, emang pak ngah urang penatang, tau cakap melayu upa ah?”
“Terserah
kita lah, yo tuan kita ke sana aja, malas saya nak beladen dengan sidak-sidak
ni” urang tua nyak pun mawa urang penatang nyak pogi
“O,
bujang aku curiga dengan sidak inang-inang ada burok empodu’ ah”
Pina
lama, kecurigaan sidak ah pun bonar, urang penatang nyak, nyak enjajah Balai,
nyak nguasai. Urang balai pun diiming-iming duet banyak teros, banyak kayu’
durian ditobang, dijadi ah papan pakai molah rumah.
Bujang
pun naik pitam, ninga kampong, di jajah macam nyak. Nya pun bepiker, kalau di
kampong ah mada sik agik durian, bearti durian paling nyaman mada sik agik di
dunia tuk. Nya pun nyusun rencana. Dengan kekuatan kobal ah, tapi mada sik yang
tau, bujang keramat nanam buah durian yang abis di tobang, secopat kilat. Urang
kampong pun geger ngeliat kejadian nyak ah. Urang penatang yang burok empodu ah
dengan pak ngah tih pun tekojut ngeliat durian yang di tobang tau tumuh bosar
agik. Durian ajom sigik jenis agik,
bemacam-macam jenis ada yang upa emas, tembaga, ada yang mesik biji ah.
Urang
kampong bekerumun ngeliat segala
kebon-kebon durian yang keramat nyak ah. Ajom disangka-sangka kedinga di kayu’
durian suara ngomong.
“Oy
bela manusia, inang kitak mudah kona penagaruh urang-urang yang nyak ngerusak
utan. Bela durian yang bemacam-macam nyak sebagai ganti, teros peringatan bagi
kita supaya inang sama sekali ngerusak utan”
“Ngih
Uju kayu’. Kami bole agik nerima urang yang beniat nyak ngerusak utan”
Bela
urang-urang pu sadar dan bole agik nyual tanah apai agik nyual kebon durian ah.
Sidak ah pun pulang ke rumah ah senirik-senirik bubar dari kerumun. Di atas kayu’
durian yang agik bebuah, Bujang pun dudok di dahan kayu’ ah, dipangkal ah buah
durian nyak, samel kaki ah tejuntai ke bawah. Pina lama, apak bujang keramat tekiak-kiak
nyari anak ah. Apak ah pun ngenua’ ke atas lalu
“Di
siak upa ikau nok, inang-inang ikau yang ngila bela urang tadi tih???”
“Hehehe,
auk pak”
“BUUUUUUUUJAAAAAAAAAANG
KERAMAT”
VERSI INDONESIA
BUJANG KERAMAT
Hujan
di sertai petir dan kilat menyambar tempat bernama Balai Karangan. Di tempat
itu kebetulan ada orang yang lagi mengandung anak pertama. Saat hujan disertai
petir dan kilat itu ia pun hendak melahirkan. Suara sang ibu tidak terdengar
karena hujan yang begitu deras. Dukun beranak pun membantu melahirkan anaknya.
Sang ayah pun ada di situ, melihat isterinya yang lagi menangis meringis,
hendak mengeluarkan anaknya. Saking takutnya sang ayah pun berjalan kesana-kemari,
dengan bergetar. Beberapa saat kemudian sang ibu pun terdiam dari teriakannya,
kilat pun sempat menyambar sang ibu, dan tak disangka-sangka sang anak pun
lahir lelaki, tapi tidak lama kemudian terlahir lagi bayi hingga 3 kali
berturut-turut, anehnya ketiga-tiga bayi itu tidak bersuara, dukun beranak dan
ayahnya menatap aneh.
Sang
ayah sempat meneteskan air mata melihat anaknya meninggal semua. Di tengah
suasana sedih itu, petir disertai kilat masuk ke dalam kamar menyambar sang
ibu, lalu tedengarlah suara sang anak, mereka semua pun kaget melihatnya.
“Alhamdulillah,
o Abang lahir juga anakmu lelaki lagi sepertinya” kata si dukun beranak
“Ya
Ce’, bawa sini saya akan mengazankan”
Sang
ayah pun memangku sang anak, lalu dilihatnya “ Ce, kenapa anak ini tidak ada
suaranya” sang ayah pun melihat lebih dekat, tidak lama kemudian PLAK, sang
anak itu menendang wajah sang ayah sambil tertawa girang. (kenapa kamu terjatuh
bang?”, “Anak ini tadi menendang saya, pakai kakinya, kuat juga kamu ya nak,
saudaramu yang lain meninggal, kamu sendiri saja yang beruntung dan kuat, ayah
beri kamu nama BUJANG KERAMAT”
Tahun
demi tahun berlalu, Bujang Keramat pun menjadi anak remaja yang suka bersantai
di pohon Ara di dekat sungai Sekayam. dari kecil hingga besar, ia bersama
teman-temannya suka bersantai di atas pohon ara tersebut. selesai belajar
mengaji, masih lengkap kopiah di atas kepala, sarung yang diselempangkan,
mereka berjalan menuju sungai sekayam mengunjungi jerat pukat dan juga
pancingan. Orang-orang pun suka dengan bujang keramat karena budi pekertinya.
Seperti
biasa Bujang Keramat pun bersantai di atas pohon ara dekat dengan sungai
sekayam. tak lama kemudian ada orang yang berjualan dengan menggunakan perahu
membawa lelaki pendatang, jamban nya pun dengan pohon ara. Orang tua yang
berjualan tadi pun meminta tolong kepada mereka.
“
Para orang bujang, daripada tidak ada kerjaan,
lebih baik membantu pak ngah mengikatkan tali perahu ini di jamban!”
mereka pun menolong orang tua itu, mengikatkan tali perahu ke jamban.
“Ya
ampun, melayu sekali kalian ini, mengikat tali saja lama sekali”
“O,
pak ngah, masih beruntung kami bantu mengikatkan tali ini, kami memang orang
melayu, tapi asal pak ngah tahu, tidak semua orang melayu itu pemalas, biarpun
kami hanya petani, hanya cukup makan saja, yang penting halal, kami orang
melayu tidak tamak akan harta, pak ngah!, bukannya pak ngah juga orang melayu?
Sepertinya bisa berbahasa melayu”
“Terserah
kalian saja, ayo tuan kita ke sana saja, malas rasanya bertengkar dengan mereka
ini” pak ngah pun membawa orang pendatang itu pergi”
“Bujang
aku curiga dengan mereka, jangan-jangan mereka hendak berniat jahat”
Tidak
lama kemudian, kecurigaan mereka pun benar, orang pendatang itu ingin Menjajah
Balai Karangan. Orang kampong pun diimingi uang yang banyak kemudian banyak
pohon durian ditebang, dijadikan papan untuk membuat rumah.
Bujang
Keramat pun naik darah, mendengar kampunya dijajah orang seperti itu. dia pun
berpikir, kalau di kampongnya tidak ada durian lagi, berarti tidak ada lagi
durian terenak di bumi ini. dia pun menyusun rencana. Dengan kekuatan kobal
(super), tetapi tidak ada yang tahu, bujang keramat menanam buah durian, di tempat
yang habis ditebang pohonnya, ia menanamnya secepat kilat. Orang kampong pun
heboh melihat kejadian itu. orang pendatang dan pak ngah pun terkejut melihat
pohon yang baru ditebang bisa tumbuh lagi dan duriannya tidak hanya satu jenis
melainkan berbagai macam jenis,ada yang seperti emas, tembaga, bahkan ada yang
tidak ada bijinya ketika dimakan.
Orang
kampong berkumpul melihat kebun-kebun durian yang keramat. Tak disangka-sangka
durian itu pun berbicara.
”Hai
manusia, jangan kalian mudah terpengaruh orang-orang yang hendak merusak hutan.
Durian yang ada itu sebagai pengganti, dan peringatan bagi kalian jang sampai
merusak hutan”
Orang-orang
pun tersadar dan tidak lagi menjual tanah apalagi menjual kebun duriannya.
Mereka kemudian bubar pulang ke rumah masing-masing. Di atas pohon durian yang sedang berbuah,
bujang duduk di ranting yang besar sambil mebelah buah durian, dengan kaki yang
berjuntai ke bawah. Tidak lama kemudia sang ayah pun berteriak-teriak mencari
bujang. Sang ayah pun melihat ke atas, lalu
“Di
situ kamu rupanya bujang, jangan-jangan kamu yang pura-pura jadi pohon yang
bisa ngomong itu ya?”
“Hehehe, iya pak”
“BUUUUUUUUUUUUJAAAAAAAAAAAANG
KERAMAT”