Sabtu, 30 Januari 2016

PUISI TENTANG HUJAN

Sore di bulan Januari, terasa aneh jika tak ada hujan. Meski senja tak terlihat indah karena pesona lembayungnya, hujan juga membawa romantisme bagi yang memaknainya dengan sepenuh hati. ketika pertanda hujan mulai dirasakan setiap orang sibuk dengan argumennya masing-masing ada yang bergegas ngebut-ngebutan, ada yang memasangkan jas hujan, tapi aku saat hujan itu turun, mengingatkan pada masa kecil yang tertawa bahagia menari diiringi rintik-rintik hujan kesana- kemari karena begitu senangnya terhadap hujan. Kini, hanyalah bisa menunggu ia reda, barulah pergi, dan hujan akan membawa kisah, yang terkadang membuat kita tersenyum tiada dusta di dalamnya karena this a moment imposible tobe possible, and so imprsive, guys, finaly you can try!!!!!!!!!!



Bait-bait hujan
Tanpa sadar pandangan berada
Di antara rintik-rintik hujan
Menjelma menjadi bait-bait
Keindahan mengalun berdesir
Hingga jatuh ke dasar hati

Berdiri menghadap bait-bait hujan
Terasa istimewa sepanjang hari
Karena pesonamu sempat menahanku
Sejenak tuk memandangmu takjub
Membiarkan setiap detiknya  mengalir
Bersama bibir yang tersenyum simpul

Hanya saja di antara bait-bait hujan itu
Tuk Menggapai kemewahan yang dialirkan
Terasa tak mungkin, karena perlu menghitungnya
Butuh energi sekuat hati tuk menghadapinya

Memandangimu saja adalah bahagiaku
Tak perlu jejak tuk mengenangmu
Walaupun tak akan bisa menjadi bagian
Bait-bait hujan yang menggema
Cukup dengan dua bola mata menjadi saksi
Keberadaanmu

Berkelana dalam hujan
Kaki seakan berjalan tak tentu arah
Waktu seakan membisu
Gemuruh hati seakan memuncak
Gema hati pun seakan pecah

Untuk apa menanti mendung
Jika Angin kan sampaikan pesan
Walau hati berkelana mencari celah
Yang masih tersisa di antara rintiknya

Butir-butir beningnya hujan
seperti layaknya senandung
Yang bergemuruh direlung hati
Yang masih berkelana mencari
muara daripada rasa

hati dan raga seperti diadu
tuk menemukan siapa pemenang
yang kan berwujud pada rasa
yang tampak nantinya


Antara aku, kau, dan hujan
Aku berhenti sejenak
Saat gejala bergejolak
Mendatangkan suara rintik
Membuat semua terhentak

Suara berirama menyulam hujan
Membiaskan dinding dengan rintikan
Hanya tiang yang menjadi sandaran
Melabuhkan rasa untuk menunggu

Kau, bersama Biasmu tampak diseberang
Sambil bersandar di samping tiang
Membawa semilir tanda Tanya
Ketika tatapan menghiasi pandangan

Kau, hadir kembali saat lupa nyaris sempurna
Keadaan seakan meluluhkan kenyataan
Kau seperti rintik yang terasa menari-nari
Dalam hati, hingga terbuai suasana

Hujan menjadi tirai pembatas antara kau dan aku
Hujan juga siap menghempas rasa tuk menggapainya
Hujan akan mendatangkan seribu kemungkinan
Hanya keheningan hati menjadi penawar di antara rintik
Tuk menghibur rasa terlanjur basah oleh hujan
Dalam batin yang pernah berkecamuk karenamu











Selasa, 26 Januari 2016

BUJANG KERAMAT

BUJANG KERAMAT

VERSI BAHASA MELAYU SANGGAU

Ujan pangkar kilat, di antong benama Balai Karangan. Pas di kampong nyak ada orang yang agik nganong bungas, pas gak ujan kilat nya nyak beranak, suara umak ah ajom kedinga gosak ujan, dukun beranak pun nulong umak ah noran anak ah nyak. Apak ah pun ada di siak, ngeliat bini ah pangkas ngis, ngerising noran anak ah nyak tepansut. Saking takut apak, ah pun kili-kulu bejalan begogar ngeliat ah. Beropai jam kemudian umak ah pun tediam dari pangkas ngis, pas kilat pun nyamar umak ah diserota dengan bunyi Guntur kuat. Ajom di sangka-sangka anak ah pun laher lelaki, tapi pina lama lagi ada keluar anak biak, sampai 3 kali, tapi mada sik suara ah, dukun beranak dengan apak ah pun aneh ngeliat ah.
Apak ah pun nyak netes aik mata ah ngeliat anak ah mati semua, di tongah suasana sedih, pangkar kilat tamak ke kamar, nyamar umak ah, tedingalah suara nangis anak biak, semua idak di siak kerayak ngeliat ah.
“Alhamdulilah, o abang laher anak kau tih, lelaki agik upa ah.”
“Ngih Ce’, situ kula migang nyak ngazankan”
Apak ah pun ngamik anak biak nyak lalu, liat ah “Ce’ ngapai anak biak tuk mada bunyi ah agik upa ah,” dilat ah somak-somak, tiba-tiba PLAK. Anak biak nyak nerajang muka apak ah samel ketawa “Ngapai tih bang, tejatu” anak biak tu tih nerajang kula pakai kaki ah, kuat ah gak ikau nak, bela menyadik kau ningal, ikau senirik jak yang betuah, apak muri nama ikau BUJANG KERAMAT”
Betaun-taun belalu, Bujang Keramat pun jadi anak bujang, malar nyantai di kayu’ ara somak aik Sekayam, dari kocik sampai bosar enya dengan kawan-kawan ah tuju nyantai di kayu’ ara, samel ngael gak.  udah belajar ngaji, masih lengkap kopeah di atas kepala, sarong yang diselempang, idak ah bejalan ke aik Sekayam ngabas pukat dengan kael. Urang-urang tuju dengan bujang keramat gosak budi pekerti ah.
Macam biasa Bujang Keramat pun ke aik Sekayam nyantai di kayu’ ara, lalu ada urang nanyong yang beperahu di aik, urang tua nyak ah mawa lelaki urang penatang. Jaman ah pun somak dengan kayu’ ara nyak, urang tua yang nanyong tih masih di atas perahu minta tulong dengan sidak ah.
“O , segela urang bujang, dari pada kitak mada polah bagus nulong pak ngah kau tuk ngobat tali perahu”
Idak ah pun nulong urang tua nyak ah, ngobat tali di jaman,
“Saja nak mati melayu ah nok gaya kita tuk, ngobat nyak pun nak mati lama ah”
“O,  pak ngah, masih beruntong dak kula mau nulong ngobat tali tuk ah, kami memang urang melayu, tapi asal pak ngah tau, ajom semua urang melayu nyak kelalah, biar kami tuk cuman petani, cuman cukup pakai makan jak, yang penting halal, kami urang melayu tuk ajom tamak harta pak ngah, emang pak ngah urang penatang, tau cakap melayu upa ah?”
“Terserah kita lah, yo tuan kita ke sana aja, malas saya nak beladen dengan sidak-sidak ni” urang tua nyak pun mawa urang penatang nyak pogi
“O, bujang aku curiga dengan sidak inang-inang ada burok empodu’ ah”
Pina lama, kecurigaan sidak ah pun bonar, urang penatang nyak, nyak enjajah Balai, nyak nguasai. Urang balai pun diiming-iming duet banyak teros, banyak kayu’ durian ditobang, dijadi ah papan pakai molah rumah.
Bujang pun naik pitam, ninga kampong, di jajah macam nyak. Nya pun bepiker, kalau di kampong ah mada sik agik durian, bearti durian paling nyaman mada sik agik di dunia tuk. Nya pun nyusun rencana. Dengan kekuatan kobal ah, tapi mada sik yang tau, bujang keramat nanam buah durian yang abis di tobang, secopat kilat. Urang kampong pun geger ngeliat kejadian nyak ah. Urang penatang yang burok empodu ah dengan pak ngah tih pun tekojut ngeliat durian yang di tobang tau tumuh bosar agik. Durian ajom sigik jenis agik,  bemacam-macam jenis ada yang upa emas, tembaga, ada yang mesik biji ah.
Urang kampong bekerumun ngeliat  segala kebon-kebon durian yang keramat nyak ah. Ajom disangka-sangka kedinga di kayu’ durian suara ngomong.
“Oy bela manusia, inang kitak mudah kona penagaruh urang-urang yang nyak ngerusak utan. Bela durian yang bemacam-macam nyak sebagai ganti, teros peringatan bagi kita supaya inang sama sekali ngerusak utan”
“Ngih Uju kayu’. Kami bole agik nerima urang yang beniat nyak ngerusak utan”
Bela urang-urang pu sadar dan bole agik nyual tanah apai agik nyual kebon durian ah. Sidak ah pun pulang ke rumah ah senirik-senirik bubar dari kerumun. Di atas kayu’ durian yang agik bebuah, Bujang pun dudok di dahan kayu’ ah, dipangkal ah buah durian nyak, samel kaki ah tejuntai ke bawah.  Pina lama, apak bujang keramat tekiak-kiak nyari anak ah. Apak ah pun ngenua’ ke atas lalu
“Di siak upa ikau nok, inang-inang ikau yang ngila bela urang tadi tih???”
“Hehehe, auk pak”
“BUUUUUUUUJAAAAAAAAAANG KERAMAT”

VERSI INDONESIA

BUJANG KERAMAT

Hujan di sertai petir dan kilat menyambar tempat bernama Balai Karangan. Di tempat itu kebetulan ada orang yang lagi mengandung anak pertama. Saat hujan disertai petir dan kilat itu ia pun hendak melahirkan. Suara sang ibu tidak terdengar karena hujan yang begitu deras. Dukun beranak pun membantu melahirkan anaknya. Sang ayah pun ada di situ, melihat isterinya yang lagi menangis meringis, hendak mengeluarkan anaknya. Saking takutnya sang ayah pun berjalan kesana-kemari, dengan bergetar. Beberapa saat kemudian sang ibu pun terdiam dari teriakannya, kilat pun sempat menyambar sang ibu, dan tak disangka-sangka sang anak pun lahir lelaki, tapi tidak lama kemudian terlahir lagi bayi hingga 3 kali berturut-turut, anehnya ketiga-tiga bayi itu tidak bersuara, dukun beranak dan ayahnya menatap aneh.
Sang ayah sempat meneteskan air mata melihat anaknya meninggal semua. Di tengah suasana sedih itu, petir disertai kilat masuk ke dalam kamar menyambar sang ibu, lalu tedengarlah suara sang anak, mereka semua pun kaget melihatnya.
“Alhamdulillah, o Abang lahir juga anakmu lelaki lagi sepertinya” kata si dukun beranak
                “Ya Ce’, bawa sini saya akan mengazankan”
Sang ayah pun memangku sang anak, lalu dilihatnya “ Ce, kenapa anak ini tidak ada suaranya” sang ayah pun melihat lebih dekat, tidak lama kemudian PLAK, sang anak itu menendang wajah sang ayah sambil tertawa girang. (kenapa kamu terjatuh bang?”, “Anak ini tadi menendang saya, pakai kakinya, kuat juga kamu ya nak, saudaramu yang lain meninggal, kamu sendiri saja yang beruntung dan kuat, ayah beri kamu nama BUJANG KERAMAT”
Tahun demi tahun berlalu, Bujang Keramat pun menjadi anak remaja yang suka bersantai di pohon Ara di dekat sungai Sekayam. dari kecil hingga besar, ia bersama teman-temannya suka bersantai di atas pohon ara tersebut. selesai belajar mengaji, masih lengkap kopiah di atas kepala, sarung yang diselempangkan, mereka berjalan menuju sungai sekayam mengunjungi jerat pukat dan juga pancingan. Orang-orang pun suka dengan bujang keramat karena budi pekertinya.
Seperti biasa Bujang Keramat pun bersantai di atas pohon ara dekat dengan sungai sekayam. tak lama kemudian ada orang yang berjualan dengan menggunakan perahu membawa lelaki pendatang, jamban nya pun dengan pohon ara. Orang tua yang berjualan tadi pun meminta tolong kepada mereka.
“ Para orang bujang, daripada tidak ada kerjaan,  lebih baik membantu pak ngah mengikatkan tali perahu ini di jamban!”             

mereka pun menolong orang tua itu, mengikatkan tali perahu ke jamban.
“Ya ampun, melayu sekali kalian ini, mengikat tali saja lama sekali”
“O, pak ngah, masih beruntung kami bantu mengikatkan tali ini, kami memang orang melayu, tapi asal pak ngah tahu, tidak semua orang melayu itu pemalas, biarpun kami hanya petani, hanya cukup makan saja, yang penting halal, kami orang melayu tidak tamak akan harta, pak ngah!, bukannya pak ngah juga orang melayu? Sepertinya bisa berbahasa melayu”
                “Terserah kalian saja, ayo tuan kita ke sana saja, malas rasanya bertengkar dengan mereka ini” pak ngah pun membawa orang pendatang itu pergi”
“Bujang aku curiga dengan mereka, jangan-jangan mereka hendak berniat jahat”
Tidak lama kemudian, kecurigaan mereka pun benar, orang pendatang itu ingin Menjajah Balai Karangan. Orang kampong pun diimingi uang yang banyak kemudian banyak pohon durian ditebang, dijadikan papan untuk membuat rumah.
Bujang Keramat pun naik darah, mendengar kampunya dijajah orang seperti itu. dia pun berpikir, kalau di kampongnya tidak ada durian lagi, berarti tidak ada lagi durian terenak di bumi ini. dia pun menyusun rencana. Dengan kekuatan kobal (super), tetapi tidak ada yang tahu, bujang keramat menanam buah durian, di tempat yang habis ditebang pohonnya, ia menanamnya secepat kilat. Orang kampong pun heboh melihat kejadian itu. orang pendatang dan pak ngah pun terkejut melihat pohon yang baru ditebang bisa tumbuh lagi dan duriannya tidak hanya satu jenis melainkan berbagai macam jenis,ada yang seperti emas, tembaga, bahkan ada yang tidak ada bijinya ketika dimakan.
Orang kampong berkumpul melihat kebun-kebun durian yang keramat. Tak disangka-sangka durian itu pun berbicara.
”Hai manusia, jangan kalian mudah terpengaruh orang-orang yang hendak merusak hutan. Durian yang ada itu sebagai pengganti, dan peringatan bagi kalian jang sampai merusak hutan”
Orang-orang pun tersadar dan tidak lagi menjual tanah apalagi menjual kebun duriannya. Mereka kemudian bubar pulang ke rumah masing-masing.  Di atas pohon durian yang sedang berbuah, bujang duduk di ranting yang besar sambil mebelah buah durian, dengan kaki yang berjuntai ke bawah. Tidak lama kemudia sang ayah pun berteriak-teriak mencari bujang. Sang ayah pun melihat ke atas, lalu
“Di situ kamu rupanya bujang, jangan-jangan kamu yang pura-pura jadi pohon yang bisa ngomong itu ya?”

“Hehehe, iya pak”
“BUUUUUUUUUUUUJAAAAAAAAAAAANG KERAMAT”





Jumat, 22 Januari 2016

my poem


Ketika lelah mulai menyapa
Lelah nalar ini harus berpikir keras
Demi mencari sebuah petunjuk
Yang berujung pada sakit yang membekas
Karena keadaan seperti berbalik

Berbagai keraguan datang
Tanpa permisi hadir di pikiran
Hingga hati terasa bimbang
Tak berdaya merelakan

Atas semua yang telah terjadi
Seluruh raga ini terasa lelah
Ketika segalanya seperti badai
Menghantam hati dalam resah

Saat itulah lelah mulai menyapa
Hari-hariku dengan menyiksa
Membiarkan hati binasa
Sampai ke dasar samudera


Tertaih dalam harapan
Membangkitkan kenangan
Sama saja dengan mengulang
Duka yang telah lama bersarang
Yang tak sudi tuk dijamah lagi

Perubahan zaman tak sepenuhnya
Membawa keindahan pada hidup
Untuk membangun kembali
Harapan-harapan di masa lalu

Harapan itu memang menawarkan
Berjuta-juta keindahan
Tapi, dalam menggapainya
Raga ini tertatih-tatih

Partikel-partikel badai datang
Menguji diri dari awal hingga
Pertengahan jalan menuju
Harapan itu

Dalam rasa yang tertatih ini
Terselip keinginan tuk bisa
Mencapai akhir yang
Membahagiakan

Seandainya
Kata seaindainya tak kan ada habisnya
Hadir tuk menghiasi kata yang terucap
Kata yang hanya membawa semilir angan
Lalu membatasi orang pada kata cukup

Jika banyak kata seandainya yang terucap
Maka bersiaplah mengikhlaskan mimpi-mimpi
Menjadi sebuah kenangan yang tak pernah tergapai
Sebab dibalik kata seandainya menyimpan
Makna menyerah

Lihatlah ketika kita berucap
Seandaianya
Seandainya
Seandainya
Pada akhirnya berujung pada pemikiran
Tidak mungkin bisa

Hanya ada satu kekuatan untuk melawan
Kata seandainya itu adalah memusnahkannya
Dari setiap ruang di pikiran dimulai dari
Sekarang

cadangan bukan pecundang
saat nama terukir di atas kertas
dengan sebuah pernyataan di sampingya
bertuliskan cadangan
memang begitu menyakitkan

ibaratkan menunggu sebuah keputusan semu
jika tidak ada yang mundur maka majulah
terbebaslah kata cadangan itu
tapi, yang menyakitkan adalah
keputusan itu tidak ada kabar beritanya

lebih sakitnya lagi saat mendengar kata orang
bahwa cadangan itu sama dengan pecundang
yang tak pernah bisa mendapatkan apa-apa
hingga nyaris membuat putus asa

tapi berkat status cadangan itu mengubah
sebagian dunia orang-orang yang percaya
akan kuasa-Nya bahwa terkadang apa yang
telah digariskan memang yang terbaik

kata cadangan membuat sebagian orang bisa
melampaui kemampuan sebelumnya
pembuktian itu akan terlihat di masa depan
yang membuktikan siapa kita sesunggunhya










Kamis, 21 Januari 2016

LAGENDA PUTRI DARA NANTE

Lagenda Putri Dara Nante
Dahulu kala, lahir dan tumbulah seorang putri yang cantik jelita, sehingga ia diberi nama Dara Nante. Kecantikannya membuat orang-orang takjub apalagi ia terlahir dari keluarga bangsawan, yang kerajaannya bernama Sukadana. Di Istana Sukadanalah kehidupannya nyaris sempurna. Apa saja yang diinginkan Putri Dara Nante pasti akan terwujud. Tidak hanya cantik, ia juga memiliki hati yang sangat baik kepada semua orang. Hingga semua orang memandangnya dengan penuh kagum.

Di tempat nan jauh, yaitu Nanga Nyeri, hiduplah seorang pemuda bernama Babai Cinga, namun nasibnya sangatlah memprihatinkan, karena sakit yang diderita, membuat dirinya menjadi seorang pemuda buruk rupa, lalu ia pun diasingkan dari desanya. Hingga ia memutuskan untuk tinggal di bawah Bukit Entinyu yang jauh dari desa. Di sanalah ia merasa tenang, dan ia membuat dangau (rumah), dan ia pun melaman (tinggal di hutan) menanam sayur-sayuran. Karena tempat tinggalnya berdekatan dengan aliran sungai, mentimun yang sangat besar itu pun jatuh ke sungai tanpa sepengetahuan Babai Cingga.

Timun itu terus melaju bersama derasnya air, dengan kekuatan yang mengakar timun itu mampu menerjang derasnya arus yang hendak menghantam. Tanpa terasa timun itu mampu melaju meninggalkan, Sungai Entinyu, Sungai Sekayam menuju Sungai Kapuas, kemudian sampailah ia di Kerajaan Sukadana, dan terlihatlah oleh Putri Dara Nante, ia dan beberapa dayang-dayangnya berjalan menuju ke arah timun yang menyangkut di tiang istana yang berada di air. Putri Dara Nante pun mengambilnya, tanpa sengaja ia pun memakan buah mentimun itu sampai habis. Para dayang-dayangnya pun tercengang melihat kelakuan Putri Dara Nante.

Tersiarlah berita bahwa Putri Dara Nante memakan buah mentimun yang tidak jelas asal usulnya. Akhirnya banyak rakyat yang kagum padanya, berbalik mencaci di belakangnya. Karena berita itu sudah sampai ke telinganya, ia pun merasa bersalah atas kehilafanannya. Di depan semua orang ia berjanji tidak akan mengulangi perbuatan itu lagi dan juga akan mencari siapa pemilik buah mentimun itu. Raja pun merestuinya untuk mencari keberadaan sang pemilik mentimun.

Berbekal informasi dari para pengawal yang telah menyelidiki asal mentimun itu yang berada di Nanga Nyeri, Putri Dara Nante dan beberapa dayang juga pengawalnya berlayar menyusuri Sungai Kapuas selama beberapa hari, kemudian berlayarlah mereka di sebuah sungai yang bernama sungai sekayam, lalu menyusuri sungai entabai. dengan memikul perasaan bersalah, Putri Dara Nante menyimpan janji, jika pemilik mentimun itu perempuan maka ia akan menjadi saudaranya, dan jika pemilik mentimun itu adalah seorang lelaki maka akan menjadi suaminya itulah yang ia katakana kepada orang-orang.

Tibalah mereka di desa bernama Nanga Nyeri, dan ia mengumpulakan orang-orang, untuk bertanya siapa yang menanam buah mentimun yang telah dimakannya. Tapi, tidak ada satu orang pun yang menanam timun yang dikatakan oleh Putri Dara Nante,

“Tidak mungkin, di antara kalian yang tidak menanam timun itu, apakah orang-orang di desa ini sudah tahu semua berita kedatanganku?”

“Ada satu orang yang belum datang ke sini, tapi tidak mungkin dia yang menanam timun itu!”

“Kalau begitu, tolong panggilkan orang itu!!!”

“Dia tinggal di dekat bukit Entinyu, lumayan jauh dari desa”

“Tidak mengapa, atau tunjukan di mana keberadaan orang itu, biar kami yang pergi ke sana”

Berkat informasi dari warga, Putri Dara Nante bersama dayang dan pengawal segera menghampiri kebenaran berita tersebut. Berjalan dengan menuju arah asap yang mengepul, akhirnya mereka melihat sebuah dangau (rumah kecil) di kaki bukit, terlihatlah sekelilingnya ada banyak sekali sayuran-sayuran yang memiliki ukuran jumbo dengan sungai yang mengalir tenang di samping tumbuhan itu. Putri Dara Nante pun baru mengerti dan yakin bahwa buah timun memang berasal dari tempat tersebut.

Terdengarlah suara batuk di dalam rumah tersebut. Putri Dara Nante pun menghampirinya.

“Permisi” sambil mengetuk pintunya

Keluarlah si Babai Cingga, terlihatlah sesosok pria yang buruk rupa juga berbau busuk, sampai-sampai para dayang dan pengawalnya pun menutup hidung mereka. Putri Dara Nante pun melihat sosok tersebut lalu ia tersenyum dan mengatakan maksud kedatangannya.

“Apakah tuan yang bernama Babai Cingga?”
“Ya saya sendiri, ada apa kalian ke sini? Bukankah kalian mengasingkan saya selama ini?”

“Tujuan kami datang ke sini sebenarnya adalah mencari pemilik buah mentimun yang saya temukan di tepian Istana Sukadana. Karena saya ingin meminta maaf telah lancang memakan buah mentimun tanpa seizin anda. Sebagai gantinya jika tuan berkenan, saya akan menunaikan janji saya pada semua orang. jika pemilik buah ini adalah seorang perempuan maka akan menjadi saudara saya, dan jika seorang laki-laki maka saya bersedia menikah dengannya”

“Apakah saya pantas menjadi pendamping hidup, seorang putri seperti nona? Bukannya saya menolak tetapi saya tidak merasa pantas saja”

“Tuan, saya tidak pernah melihat seseorang dari rupa maupun keturunannya. Saya sangat ikhlas menerima tuan, itu pun jika tuan berkenan menikah dengan saya”

Atas izin yang di Atas, Putri Dara Nante dan Babai Cingga pun menikah di desa tersebut. Dalam perjalanan pulang ke Kerajaan Sukadana, tiba-tiba Putri Dara Nante pun merasakan kelelahan hingga singgahlah rombongannya di suatu tempat, dan dengan ajaibnya seluruh Badan Babai Cingga bersinar hingga membuat semua orang kaget, melihat penyakit Babai Cingga telah sembuh. Putri Dara Nante pun takjub melihatnya, hingga ia memutuskan untuk mendirikan kerajaan di tempat tersebut dan diberilah nama Sanggau.

Di kerajaan Sanggau, Putri Dara Nante menjadi raja perempuan pertama yang memerintah kerajaan dan Babai Cingga menjadi temenggungnya. Mereka pun menjalankan roda pemerintahan dengan damai, juga melahirkan penerus yang tak kalah hebat seperti orang tuannya.

Hingga pada akhirnya Separuh hidup yang tersisa sangatlah bahagia bagi Putri Dara Nante dan Juga Babai Cingga.



Selasa, 19 Januari 2016

PUISI: DEFINISI SAHABAT




  














S: seindah rangkulan mu di bahuku
A:anganku takkan pernah tabu
H: hanya jiwamulah yang setulus
A: asa memberiku nasehat termanis
B: berbalut keyakinan dari hati
A: ajakanmu tak pernah menyakiti
T: terciptalah harapan tuk menjadi satu



Definisi sahabat

Untaian kata sahabat laksana pemberi warna dalam hidup
Untuk mendefinisikannya bukanlah perkara mudah
Butuh energi sepenuh hati untuk rasa yang ingin diungkap
Tentang orang yang selalu mendengar keluh kesah

Sahabat adalah yang membuatku terasa ada
Sahabat juga memberiku ruang tuk mengerti
sahabat  memiliki radar mengingatkan dikala lupa
sahabat terbaik selalu membawa senyum di setiap hari

kehadiran sahabat di setiap keadaan  terasa suntuk
memberikan suasana baru yang membuat hati terasa terketuk
berkat petuahnya yang terkadang membuat hati menjelma hidup
hingga merelakan bahunya tuk bersandar tatkala hidup terasa pengap









Jumat, 15 Januari 2016

SAINGIL CHUKKA HAMNIDA MIRDHA


Saingil Chukka Hamnida Mirdha

Sahabat  seperti cahaya yang menarangi diri di antara kabut pagi yang terlihat pekat. Kata-katanya penuh makna, walaupun terkadang tak tersampaikan langsung, tapi ia mengekspersikan lewat perbuatan. Pola inspirasi itu terbentuk dari sebuah persahabatan, maka ingin kubagikan sepotong kisah tentang sahabatku ini, dan biarkanlah sepotongnya lagi menjadi rahasia yang semua orang tak perlu tahu.

Dear Joena Mirdha Yurfiza
Mirdha Yurfiza, begitulah nama aslinya, teman kuliahnya biasa memanggil Mirdha, sedangkan teman SMA-nya biasa memanggil Mimin, ia adalah gadis kelahiran Sanggau 3 Januari 1995. Ia merupakan anak ke-2 dari 3 bersaudara, dan kedua saudaranya merupkan laki-laki loh. Kuliah di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam semester 5B. Hobinya adalah memasak, bahkan keluarganya merupakan orang-orang yang suka memasak. Hobi tersebutlah ia mulai meramu impian di masa depannya. 

Keinginan di masa depannya ialah menjadi seorang bussines women di bidang kuliner. sosok anak IPA yang menyukai akuntansi ini saat SMA, akhirnya melepaskan impiannya untuk masuk jurusan ekonomi, dikarenakan sudah diterima di jurusan KPI.

Jurusan KPI, memang ia minati juga, karena selain memasak passion-nya juga ada dibidang sastra. Sejak SD sangat gemar membaca dan memiliki harapan menjadi seorang penulis, bahkan ia pernah menjadikan rumahnya waktu kecil menjadi perpustakaan yang bisa dikunjungi teman-temannya untuk membaca, dan impian masa kecil itu terwujud saat masuk di jurusan yang dijalani sekarang. Menjalani dunia broadcasting menjadi rutinitasnya di semester 5, dan kini seiring bergulirnya waktu ia sudah menjalani kuliahnya dengan sepenuh hati.

Mimpinya untuk menjadi seorang pebisnis kuliner tidak pernah berhenti, berkat kegemaran memasak, ia pun sering membawa bekal yang aneh-aneh ke kampus, dan ada yang menyarankannya untuk berjualan. Di situlah awal mulanya ia berjualan pizza, yang dijual seharga 10 ribu. Namun usahanya pun tak berjalan lama, dan kemudian ia kembali hadir dengan usaha keripik pare balado, yang rasanya cukup pahit namun setelah dimakan enak juga, karena proses jadinya membutuhkan sinar matahari, membuatnya usaha keripiknya pun tidak bertahan lama. Melihat kegigihannya dalam berjualan ada seorang kakak tingkat yang dikenalnya mengajak untuk berbisnis kuliner, yang beroperasi mulai bulan puasa 2015 dengan bermodalkan gerobak dan menyewa depan ruko orang, ia dan beberapa orang rekannya pun menjalankan usaha martabak mininya. Ada banyak hal yang harus dikorbankan selama berjualan terutama kesehatan, keseringan sakit membuat kedua orang tuanya menyuruhnya untuk berhenti dari berjualan martabak mini, dengan berat hati ia pun harus merelakan uang yang ia investasikan lenyap, dikarenakan pemberhentian kerjanya.

Ide bisnis yang brilliant sedang digalinya untuk melanjutkan impiannya menjadi pebisnis kuliner. Dalam penantian itu ia kini disibukan dengan konsentrasi broadcasting yang diambilnya. Kesibukan memang sudah menjadi kesehariannya, mungkin ada hikmahnya juga ia berhenti dari jualan martabak mini. Hidupnya mulai menjadi termanajemen dengan baik kembali.

Mirdha Is Independent Ladies Inspiration
Kata inspirasi tak bisa terlepas darinya, dan darinya aku belajar banyak hal. Bahkan ia mengenalkanku pada dunia kepenulisan lebih dalam lagi. Bahkan ialah yang banyak mengajarkanku teknik kepenulisan darinya, bercerita tentang pemeran dalam novel-novel adalah hal yang mengasyikan saat bertemu dengannya atau membicarakan tentang drama korea yang selesai ditonton, membuatku berpikir “ini orang nyambung diajak ngomong apa pun deh” apalagi tentang dunia kepenulisan.

Ia juga banyak mengubah cara pandangku yang salah terhadap kehidupan. Terutama dalam belajar untuk mandiri. Hidup jauh dari orang tua, memang bisa melatih diri untuk mandiri, tapi ia berbeda ia menjadikan kata mandiri diaplikasikan dalam setiap tindakannya. Sesuatu yang indah darinya adalah ketika kata-kata sukses terlantun dari mulutnya dan mulai menyadarkanku “kemandirian yang akan mengantarkanmu menuju kesuksesan”. Kemandirian itu juga membuat pola pikir menjadi lebih dewasa. Alasan ia mencari uang sendiri dengan jualan juga, karena jiwa kemandiriannya, karena ia tidak mau bergantung sepenuhnya pada orang tua dalam masalah uang.

Keistimewaan dalam dirinya memang terlihat saat pertama kali kami bertemu. Dalam menilai orang aku termasuk yang melihatnya dari sisi kesan pertama, jika ia baik maka baik pulalah ia selanjutnya begitu juga sebaliknya. Ia dan aku karena memang sama-sama orang Sanggau jadi nyambung deh kalau ngomong, dan berkat pertemuan kami di Dakwah Fair pada saat pertemuan membahas karya apa yang dipersembahkan. Di situlah pertemanan kami dimulai, prediksiku terhadapnya tidak salah dan ternyata memang benar ia adalah sosok perempuan mandiri yang menginspirasi.

Saingil Chukka Hamnida Ya Joena (Sayang)
Berhubung dalam rangka hari jadimu, tapi maaf agak telat, kuucapkan padamu Ahjumma “Saingil Chukka Hamnida”  ke-21 semoga panjang umur, murah rezeki, dipermudah segala urusan baik urusan dunia maupun akhirat, terus semangat menjalani hari dalam menanti impian yang telah dibangun, dan semoga mendapatkan jodoh yang diridhai Allah. Jangan pernah melupakan diri ini ya teman, sekali kita teman maka selamanya akan berteman walaupun kita tidak berada di tempat yang sama lagi, amin.

Mungkin hanya tulisan sederhana ini yang bisa kupersembahkan untukmu, sob. Terima kasih karena telah menjadi sahabat dan juga mau mendengar keluh kesahku selama ini, semoga rasa persahabatan akan berjalan seperti ini selamanya, sekali lagi HAPPY BIRTHDAY TO YOU, semoga Allah selalu menyertai langkahmu ya. Sepertinya tak habis kata untuk menuliskan tentangmu, baiklah dengan berat hati dan singkat kata Kamshamida untuk inspirasi yang kau berikan Mirdha.

Teruntuk Sahabatku Mirdha YurfizaJ J J




Kamis, 14 Januari 2016

TERBELENGGU PESONA HATI


Terbelengu Pesona Hati 

Takjub rasa saat ada sebuah tanda Tanya melintas di hati.
Takjub itu terbelenggu dalam dua kemungkinan
Takjub pertama karena pesonanya seperti memancar
Hingga membuat hati seperti tersenyum
Takjub kedua, yang terkadang
membiarkan pesona itu pudar seketika

Dua rasa itu layaknya sebuah keputusan
Yang akan segera ada titik terangnya,
Atau mungkin saja hanya sebuah firasat

Belenggu rasa berwujud dalam setiap gerak
Tercipta lewat pesona yang ditawarkan
Menari indah bersama untaian kata,
 seketika membuatku Tersadar
bisa saja ada yang tersembunyi dibalik kata
Atau mungkin ini hanya sebatas pesona kebaikan saja

Karena hati terlanjur merasakan  rasa itu
Walau sulit tuk memahaminya, biarlah
Pesonanya menjadi sebuah misteri
Yang tak kan ada satu orang pun tahu
Melebur bersama belenggu rasa
Ditemani sang waktu