Selasa, 01 Maret 2016

CERPEN: SIRNA

SINOPSIS
Keikhlasan adalah simbol strata tertinggi dalam unsur rasa untuk menghadapi bayang-bayang yang masih terlihat nyata meskipun tak mungkin sirna seketika
Sirna
Awan seakan berhenti bergerak dan mengalami perubahan bentuk juga warna menjadi hitam berkelabu hingga menakutkan. Suara dentuman dari langit pun menggema hingga ke hati, apalagi seperti ada sengatan listrik yang siap menyentrum tubuh ini. Hujan pun mendarat di bumi dengan begitu hebatnya menguyur seluruh tubuh ini. Alam seakan mendukung hati yang terlanjur terhempas saat itu juga.
“FATIHHHHHHHHHHHHHHHHH” diriku yang tak pernah berteriak sekencang itu akhirnya berteriak begitu kencangnya saat itu.
“Azura” ia membalikan badannya ke belakang dan betapa kagetnya dia di tengah guyuran yang begitu derasnya,
Waktu seakan berhenti sejenak, butiran-butiran hujam seakan merajam kembali hati yang sudah terlanjur terluka itu.
Aku berlari membalik badan dan merasa tak percaya, berlari begitu hebatnya berlari sekencang-kencangnya hingga tak memperdulikan keadaanku sekarang tanpa sadar sinar sorot lampu disamping seakan menumbangkan ragaku hingga sekarang tidak hanya kelabu lagi yang kulihat tapi rona yang tampak begitu hitam pekat.
***
Fatih pria yang kukenal beberapa tahun yang lalu, saat berbelanja di toko barang seni, belanjaan kami pun tertukar. Itu juga karena kesalahanku yang waktu itu sangat terburu-buru karena banyak orderan gaun pengantin di butik. Saat aku berjalan menuju motor, memang kudengar suara memanggilku dengan pangilan “mbak” tapi aku langsung tancap gas pergi. Tak kusangka ia mengejarku sampai ke tempat butik.
“Assalamualaikum mbak” ia berada di belakangku saat aku sedang menuju butik dengan nafas yang terengah-engah.
“Waalaikumsalam, ada apa ya mas?” aku pun membalikan badan kulihat pria berbaju rapi itu sampai berkeringat.
“Begini mbak, sepertinya barang belanjaan kita tertukar, coba lihat yang ada di dalam kantongnya!” dengan nafas yang masih terengah-engah ia menjelaskan.
“Ya ampun maaf ya mas, sepertinya saya salah ambil tadi, kalau begitu mas masuk dulu ke butik saya sepertinya mas kelelahan mengejar saya tadi, saya mohon mas untuk menembus kesalahan saya!!!” aku pun mengajaknya untuk masuk ke dalam butik dan ia pun mengikutiku.
masuklah kami ke dalam butik, dan kedatanganku sedang ditunggu-tunggu oleh rekan-rekan kerja.
“Kamu ke mana saja sih Ra, gaun pesanan anak ibu Tini itu bagaimana? Masa dicancel begitu saja”
“Iya tunggu sebentar ya, maaf mas duduk dulu di sana ya, nanti saya akan ke sana. Saya mau menyelesaikan masalah ini dengan rekan saya dulu sebentar.”
“Iya baiklah”
Beberapa menit kemudian, aku pun ke ruang tunggu sambil membawakannya minuman dan juga beberapa kue untuk disajikan.
“Ini di minum dulu air juga kuenya dimakan ya. Maaf ya mas tadi ada sedikit masalah,  makanya tadi saya terburu-buru pulang, oh ya mas, kok beli peralatan melukis pasti mas seorang pelukis ya?”
“Ya, saya seorang pelukis, tapi saya tidak melukis seperti Leonardo Davinci atau Monet ataupun Basuki itu ya. Saya spesialis melukis keindahan alam saja, Alhamdulillah itu memang cita-cita saya dari dulu, pergi ke tempat-tempat yang menawarkan keindahan alamnya sekaligus melukis juga keindahannya. berkat keyakinan terhadap cita-cita itu akhirnya saya punya galeri sendiri sekarang, kalau mbak mau lihat datang saja, ini kartu nama saya, oh ya mbak kerjanya di butik ini ya?” ia pun menyodorkan kartu namanya kepadaku
“Muhammad Fatih, ini nama anda, kenalkan saya Azura Alila”
“Ya, orang-orang memangil saya dengan Fatih”
“Oh ya mas saya seorang desainer weding dress. dari mulai mendesain polanya di kertas hingga membuatnya sampai siap pakai itulah pekerjaan saya, mereka yang tadi itu adalah orang-orang yang membantu saya dalam memanajemen butik ini. Kita sudah punya masing-masing tugas di sini. Tidak tahu kenapa sekarang orang-orang banyak yang order, mungkin musimnya nikah kali ya, hahahaha” Kami pun tertawa bersama.
 Pertemuan waktu itu membuat kami sering menjalin silaturahmi, dan berteman akrab. Hingga pada bulan ketiga ia memberitahuku bahwa ia menyukaiku dan aku tak pernah menyangka itu. Saat itu kami sedang melihat pameran yang berada di galeri miliknya. Hingga kulihat ada sebuah lukisan yang tampak begitu special ia melukiskannya dan aku pun menatap lama-lama, ia pun mendekatiku.
“Kamu tahu apa maksud lukisan ini? ini bukan sembarang senja yang hanya ditoreskan begitu saja di atas kampas putih. Senja itu melukiskan keinginaku bersamamu untuk bisa melihatnya bersama- sama dan akan selalu melihat keindahan itu sampai masa senja nanti, kamu lihatkan dua orang yang sedang melihat senja itu? itu adalah kita, aku ingin memegang tanganmu dengan halal seperti di lukisan itu, bagaimana denganmu Azura?”
Aku tak pernah menyangka bahwa ini adalah fase teromantis melibihi romantis senja bersama lembayungnya. Ia melamarku, pria yang berparas teduh ini, rasanya aku masih tak percaya, dan aku tidak ingin membuat keromantisan ini sirna seketika, aku pun mengiyakan.
***
Air mataku kian menetes di pipi ketika aku tersadar dari kenangan masa laluku itu. aku memandang di luar jendela dengan tatapan kosong, aku tak menyangka seseorang yang begitu sempurna, begitu teganya memnghancurkan perasaan hingga berkeping-keping pedihnya, rangkaian kata indah yang selalu keluar dari mulutnya kini sirna sudah, tak bermakna apa-apa lagi.
Akhir yang menyakitkan bagiku, tergeletak tak berdaya karena sakitnya hati dan juga raga di rumah sakit ini membuatku tak bisa menahan sesal. Fatih yang kukenal pria yang sopan bahkan untuk menyentuh aku saja ia tidak berani, dan kemarin ia memeluk seorang perempuan cantik itu di depan galerinya.
“Assalamualaikum Ra, ini saya Fatih” ia mulai mendekatiku
“kenapa? Kamu mau menjelaskan bahwa kamu tidak ada apa-apa dengan perempuan itu, atau kamu mau bilang kamu mencintainya? Kamu tidak perlu repot-repot Fatih, semuanya sudah sirna dan tak akan perlu ada penjelasan lagi. Lebih baik kamu pergi saja aku sudah mengikhlaskanmu. Mungkin sebuah kesalahan pernah mengenalmu Fatih, kenapa ketika  waktu menikah  tinggal beberapa hari lagi, baru terungkap semua ini kenapa Fatih? Kenapa tidak dari dulu saja kamu bilang bahwa kamu mencintai orang lain. pergi dari sini!!!!!!!!” aku begitu beremosi dan aku tidak ingin melihatnya lagi hingga pandanganku tampak kelabu.
“Ra dengarkan penjelasanku dulu. Rasa yang sempat aku katakan padamu itu tidak pernah ada dusta dan tidak akan pernah sirna Ra.  Asal kamu tahu orang yang aku peluk itu adalah orang-orang yang sangat-sangat aku sayangi, dia adalah adik kandungku Ra, ia adalah keluargaku satu-satunya lagi di dunia ini, setelah kepergian orang tuaku kami terpisah dan ia tinggal bersama bibiku di luar kota sedangkan aku menetap di sini. Waktu itu betapa senangnya dia mendengar aku akan menikah dan langsung memeluku di depan galeri, dan kamu malah pergi begitu saja sampai-sampai kamu tidak memperhatikan mobil di di sampingmu.”
“APA”


Tidak ada komentar:

Posting Komentar