SINOPSIS
Keikhlasan
adalah simbol strata tertinggi dalam unsur rasa untuk menghadapi bayang-bayang
yang masih terlihat nyata meskipun tak mungkin sirna seketika
Sirna
Awan
seakan berhenti bergerak dan mengalami perubahan bentuk juga warna menjadi
hitam berkelabu hingga menakutkan. Suara dentuman dari langit pun menggema
hingga ke hati, apalagi seperti ada sengatan listrik yang siap menyentrum tubuh
ini. Hujan pun mendarat di bumi dengan begitu hebatnya menguyur seluruh tubuh
ini. Alam seakan mendukung hati yang terlanjur terhempas saat itu juga.
“FATIHHHHHHHHHHHHHHHHH”
diriku yang tak pernah berteriak sekencang itu akhirnya berteriak begitu
kencangnya saat itu.
“Azura”
ia membalikan badannya ke belakang dan betapa kagetnya dia di tengah guyuran
yang begitu derasnya,
Waktu
seakan berhenti sejenak, butiran-butiran hujam seakan merajam kembali hati yang
sudah terlanjur terluka itu.
Aku
berlari membalik badan dan merasa tak percaya, berlari begitu hebatnya berlari
sekencang-kencangnya hingga tak memperdulikan keadaanku sekarang tanpa sadar
sinar sorot lampu disamping seakan menumbangkan ragaku hingga sekarang tidak
hanya kelabu lagi yang kulihat tapi rona yang tampak begitu hitam pekat.
***
Fatih
pria yang kukenal beberapa tahun yang lalu, saat berbelanja di toko barang seni,
belanjaan kami pun tertukar. Itu juga karena kesalahanku yang waktu itu sangat
terburu-buru karena banyak orderan gaun
pengantin di butik. Saat aku berjalan menuju motor, memang kudengar suara
memanggilku dengan pangilan “mbak” tapi aku langsung tancap gas pergi. Tak kusangka
ia mengejarku sampai ke tempat butik.
“Assalamualaikum
mbak” ia berada di belakangku saat aku sedang menuju butik dengan nafas yang
terengah-engah.
“Waalaikumsalam,
ada apa ya mas?” aku pun membalikan badan kulihat pria berbaju rapi itu sampai
berkeringat.
“Begini
mbak, sepertinya barang belanjaan kita tertukar, coba lihat yang ada di dalam
kantongnya!” dengan nafas yang masih terengah-engah ia menjelaskan.
“Ya
ampun maaf ya mas, sepertinya saya salah ambil tadi, kalau begitu mas masuk
dulu ke butik saya sepertinya mas kelelahan mengejar saya tadi, saya mohon mas
untuk menembus kesalahan saya!!!” aku pun mengajaknya untuk masuk ke dalam butik
dan ia pun mengikutiku.
masuklah
kami ke dalam butik, dan kedatanganku sedang ditunggu-tunggu oleh rekan-rekan
kerja.
“Kamu
ke mana saja sih Ra, gaun pesanan anak ibu Tini itu bagaimana? Masa dicancel begitu saja”
“Iya
tunggu sebentar ya, maaf mas duduk dulu di sana ya, nanti saya akan ke sana. Saya
mau menyelesaikan masalah ini dengan rekan saya dulu sebentar.”
“Iya
baiklah”
Beberapa
menit kemudian, aku pun ke ruang tunggu sambil membawakannya minuman dan juga
beberapa kue untuk disajikan.
“Ini
di minum dulu air juga kuenya dimakan ya. Maaf ya mas tadi ada sedikit masalah,
makanya tadi saya terburu-buru pulang,
oh ya mas, kok beli peralatan melukis pasti mas seorang pelukis ya?”
“Ya, saya
seorang pelukis, tapi saya tidak melukis seperti Leonardo Davinci atau Monet
ataupun Basuki itu ya. Saya spesialis melukis keindahan alam saja, Alhamdulillah
itu memang cita-cita saya dari dulu, pergi ke tempat-tempat yang menawarkan
keindahan alamnya sekaligus melukis juga keindahannya. berkat keyakinan
terhadap cita-cita itu akhirnya saya punya galeri sendiri sekarang, kalau mbak
mau lihat datang saja, ini kartu nama saya, oh ya mbak kerjanya di butik ini ya?”
ia pun menyodorkan kartu namanya kepadaku
“Muhammad
Fatih, ini nama anda, kenalkan saya Azura Alila”
“Ya,
orang-orang memangil saya dengan Fatih”
“Oh
ya mas saya seorang desainer weding dress.
dari mulai mendesain polanya di kertas hingga membuatnya sampai siap pakai
itulah pekerjaan saya, mereka yang tadi itu adalah orang-orang yang membantu
saya dalam memanajemen butik ini. Kita sudah punya masing-masing tugas di sini.
Tidak tahu kenapa sekarang orang-orang banyak yang order, mungkin musimnya
nikah kali ya, hahahaha” Kami pun tertawa bersama.
Pertemuan waktu itu membuat kami sering
menjalin silaturahmi, dan berteman akrab. Hingga pada bulan ketiga ia
memberitahuku bahwa ia menyukaiku dan aku tak pernah menyangka itu. Saat itu
kami sedang melihat pameran yang berada di galeri miliknya. Hingga kulihat ada
sebuah lukisan yang tampak begitu special
ia melukiskannya dan aku pun menatap lama-lama, ia pun mendekatiku.
“Kamu
tahu apa maksud lukisan ini? ini bukan sembarang senja yang hanya ditoreskan
begitu saja di atas kampas putih. Senja itu melukiskan keinginaku bersamamu
untuk bisa melihatnya bersama- sama dan akan selalu melihat keindahan itu
sampai masa senja nanti, kamu lihatkan dua orang yang sedang melihat senja itu?
itu adalah kita, aku ingin memegang tanganmu dengan halal seperti di lukisan
itu, bagaimana denganmu Azura?”
Aku
tak pernah menyangka bahwa ini adalah fase teromantis melibihi romantis senja
bersama lembayungnya. Ia melamarku, pria yang berparas teduh ini, rasanya aku
masih tak percaya, dan aku tidak ingin membuat keromantisan ini sirna seketika,
aku pun mengiyakan.
***
Air
mataku kian menetes di pipi ketika aku tersadar dari kenangan masa laluku itu.
aku memandang di luar jendela dengan tatapan kosong, aku tak menyangka
seseorang yang begitu sempurna, begitu teganya memnghancurkan perasaan hingga
berkeping-keping pedihnya, rangkaian kata indah yang selalu keluar dari
mulutnya kini sirna sudah, tak bermakna apa-apa lagi.
Akhir
yang menyakitkan bagiku, tergeletak tak berdaya karena sakitnya hati dan juga
raga di rumah sakit ini membuatku tak bisa menahan sesal. Fatih yang kukenal
pria yang sopan bahkan untuk menyentuh aku saja ia tidak berani, dan kemarin ia
memeluk seorang perempuan cantik itu di depan galerinya.
“Assalamualaikum
Ra, ini saya Fatih” ia mulai mendekatiku
“kenapa?
Kamu mau menjelaskan bahwa kamu tidak ada apa-apa dengan perempuan itu, atau
kamu mau bilang kamu mencintainya? Kamu tidak perlu repot-repot Fatih, semuanya
sudah sirna dan tak akan perlu ada penjelasan lagi. Lebih baik kamu pergi saja
aku sudah mengikhlaskanmu. Mungkin sebuah kesalahan pernah mengenalmu Fatih,
kenapa ketika waktu menikah tinggal beberapa hari lagi, baru terungkap
semua ini kenapa Fatih? Kenapa tidak dari dulu saja kamu bilang bahwa kamu
mencintai orang lain. pergi dari sini!!!!!!!!” aku begitu beremosi dan aku
tidak ingin melihatnya lagi hingga pandanganku tampak kelabu.
“Ra
dengarkan penjelasanku dulu. Rasa yang sempat aku katakan padamu itu tidak
pernah ada dusta dan tidak akan pernah sirna Ra. Asal kamu tahu orang yang aku peluk itu adalah
orang-orang yang sangat-sangat aku sayangi, dia adalah adik kandungku Ra, ia
adalah keluargaku satu-satunya lagi di dunia ini, setelah kepergian orang tuaku
kami terpisah dan ia tinggal bersama bibiku di luar kota sedangkan aku menetap
di sini. Waktu itu betapa senangnya dia mendengar aku akan menikah dan langsung
memeluku di depan galeri, dan kamu malah pergi begitu saja sampai-sampai kamu
tidak memperhatikan mobil di di sampingmu.”
“APA”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar