Sinopsis
Rasa di atas segala rasa, Ia selalu hadir
ketika diri berada di titik terendah dalam hidup, dan memiliki radar khusus tuk
melihat ke dasar jiwa tuk menemukan kunci agar terbukanya pintu hati
Rasa Semanis Coklat
Lembut
sekaligus manis terasa legit dan secara perlahan meleleh hingga potongan
terakhir. Itulah coklat, membuat penikmatnya memjamkan mata meresapi belaian
manisnya di lidah dengan bau khasnya, diiringi lantunan music sendu, hingga
suasana seakan bersemi membentuk rasa senang. Tiba-tiba dari arah belakang “BLAK”
bahuku dikejutkan, hampir mambuat jantungku lepas dari anggota tubuh.
“HANI,
awas kamu ya, merusak suasana hati saja”
“Iya
deh maaf, kamu tadi senyum-senyum sendiri kenapa? Lagi mikirin pangeran berkuda
putih yang semanis coklat itu ya?”
“Ada-ada
saja, kamu tahu kan malam itu saatnya orang-orang untuk merasakan ketenangan
yang sesungguhnya, jadi inilah momen terbaikku dengan rasa kesukaanku, yaitu
coklat yang berlapis coklat”
“Kok
jadi beriklan deh, tapi ngomong-ngomong masih ingat tidak? sebulan yang lalu
saat bulan januari, di hari pertama kita masuk kuliah di semester lima, rasa
semanis coklat itu menyadarkan kita ya???”
***
Aku
masih ingat kok, saat itu adalah tanggal 1 januari, hari di mana para mahasiswa
di kampus belajar seperti biasa. Berkumpul bersama teman membicarakan
liburannya masing-masing saat di kampung halaman, sambil menunggu dosen seperti
apa yang akan dihadapi di semester ini. Hari pertama kuliah sejak pagi hingga
menjelang siang, tampak biasa-biasa saja. tapi, setelah mata kuliah terakhir
usai, ketika hendak ke parkiran motor, aku dan hani terkejut melihat ada kantong
hitam yang digantungkan di depan motor milikku,
“Han,
itu apa?”
“Jangan-jangan
bom lagi”
“Korban
berita deh, ayo kamu yang ambil”
“Loh,loh
kok jadi Hani. Nana dong. Nana kan yang punya motor”
Aku
pun sedikit memberanikan diri membuka kantong hitam itu dan ternyata isinya
adalah “SEPASASANG COKLAT” yang sangat menggugah batinku. Aku dan hani
bertanya-tanya ini milik siapa.. Hampir satu parkiran kami tanyakan siapa yang
punya tidak ada siapapun yang mengaku. Hingga akhirnya terpaksa coklat itu aku
bawa pulang. Sepanjang jalan si Hani berandai-andai yang aneh hingga membuatku
sedikit ingin muntah.
“Eh
Na, jangan-jangan dia the secreet admirer
. Kan coklatnya ada dua. Kalau dipikir-pikir tuh orangnya so sweet banget deh, kenapa jadi drama gini ya. Tapi gak mungkin
deh dia menujukan coklatnya untuk dua orang, emangnya dia mau poligami, ih aku
gak rela, dan tidak akan pernah rela. Pasti salah satu di antara kitalah yang
kemungkinan menjadi bidadari idamannya.”
Aku
pun tidak menghiraukan perkataan temanku yang sedikit dramatis ini, coklat itu
kusimpan saja, siapa tahu si pemiliknya suatu hari kan muncul. Hari pun berlalu
ke esokan harinya lagi, pagi-pagi kuparkirkan motorku di tempat yang sama, si
hani ini orangnya tidak pernah diam, selalu brisik.
“kok
pakai baju coklat, jangan-jangan terinspirasi dengan kejadian kemarin ya Na?”
“Males
deh liat tampang menggodamu seperti itu, kamu kan tahu aku kan suka apa saja
yang berhubungan dengan coklat”
“Oh,
iya-ya, sepertinya hidupmu didominasi oleh warna coklat deh, setiap hari coklat
melulu. Dari susu, baju, perna-pernik Sampai-sampai kamar aja di cat warna coklat,
haduh, lama-lama kamu jadi wonder coklat
deh Nana. Ya hani baru ngerti, jangan-jangan yang ngasi coklat itu suka sama
kamu lagi”
“Apaan
sih kamu Hani, dasar Miss Dramasiasasi. Emang ini seperti drama yang kamu
tonton. Ini kehidupan nyata loh”
“
Emang seperti itu biasanya di film-film kalau ada yang ngasi kamu sesuatu pasti
jadi LOVE, LOVE”
Aku
jadi kepikiran dengan perkataan Hani waktu sampai di parkiran tadi. Sampai-sampai
saat mata kuliah statistik saja hampir spidol melayang ke mukaku yang semanis
coklat ini, karena melamun. ini semua gara-gara hani sang miss dramasisasi itu.
setelah kami pulang, di parkiran terjadi lagi sebuah peristiwa saat kantong
pelastik itu menjuntai di depan motorku. Oh apa ini, pikirku. Tidak hanya dua
hari ini, tetapi ini terjadi hampir pertengahan tanggal di bulan januari, tanpa
absen.
Tibalah,
di penghujung Januari tepatnya tanggal 30. Ada secarik kertas berwarna coklat,
bertuliskan
Dear Nana
Assalamualaikum,
Misteri hati yang selama ini kusembunyikan darimu, lewat dua pasang coklat itu
sebenarnya inginku sampaikan secara langsung, tapi daku ingin sesuatu yang
berbeda, semoga apa yang daku lakukan bisa meluluhkan hatimu, dan kini tibalah
saatnya daku ingin menunjukan siapa sebenarnya daku, kuharap dikau datang di
bawah pohon di belakang kampus kita, terima kasih.
“Ya
ampun, manisnya kata-kata pakai daku-daku lagi, mirip surat cinta 80-an, kan
benar ini orang sukanya sama kamu Nana. Tapi kamu kan janji tidak akan menjalin
hubungan cinta-cintaan itu selama kuliah. Apa kamu akan menjilat ludahmu
sendiri?
Aku
hanya terdiam dan berlalu di hadapan Hani. Sambil membawa surat itu. lama
kuberpikir hingga tiba waktunya isya berkumandang, kubasahi diri dengan aliran
air wudu, dan sujudku lakukan dengan sepenuh hati, hingga akhirnya
kutengadahkan tangan memohon petunjuk darinya sampai meneteskan air mata, dan
aku bertanya apakah ini ujian atas istiqamahku selama ini, atau ini memang
sudah tiba jodohku. Dalam setiap tarikan nafas yang kuhembuskan saat menyebut
nama-Nya terasa manis, semanis coklat yang tiada candu di dalamnya, kemurnian rasa
yang tercipta dari khusu.
Tibalah
saatnya benar-benar di penghujung tanggal, 31 Januari, hari yang membuatku
harus memutuskan.
“Udah
tahajud belum semalam? Sepertinya kamu cemas atau tidak sabaran melihat
orangnya, katanya mau ketemuan di sini, mana orangnya, kok banyak sekali orang
yang berlalu lalang di sini, kiraain tempanya sunyi, habis kita jarang di sni
kan Na? ups lupa kamu kan lagi binggung maaf ya ngomong terus dari tadi.”
Aku
hanya diam menunggu cemas, siapa orang yang selama ini menggantungkan coklat di
motor. Tanpa memperdulikan si mulut comel Hani itu.
“Itu
ada cowok, itu kan Arif, tapi kok iya balik lagi, atau si Bima dia sepertinya
mau ke sini”
Tiba-tiba
dari arah belakang, angin tampak melayang-layangkan daun-daun kering hingga jatuh
mengenai sesosok lelaki berparas tinggi semampai itu ketika kami membalikan
badan. Dan aku terkejut bukan main. Lalu berkata
“Assalamualaikum
ya ukhti?”
“HAKIKI”
mataku melotot bukan main, melihat cowok populer yang terkenal dengan IQ
tingkat tinggi, dengan retorika yang super itu, yang menjadi pengemar rahasiaku
selama ini.
“Ternyata
ikhwan kacamata itu yang jadi pengagum rahasiamu selama ini Na” Hani berbisik
perlahan padaku.
Sebenarnya
aku tak bisa berkata apa-apa lagi. Tak menyangka ia memang seperti pangeran
berkuda putih yang semanis coklat yang kuidam-idamkan selama ini, tapi tak
kusangka dibalik kehebatannya itu kenapa ia memilih menjalin hubungan seperti
ini dengan seorang perempuan. Aku lagi, apa hebatnya hanyalah gadis biasa yang
selalu sembunyi di balik buku-buku novel romantis dan ilmu agama pas-pasan.
“Pasti
Nana sudah tahu maksud kedatangan saya. Saya berharap kita bisa saling mengenal
seperti layaknya pasangan lainnya”
Lama
ku terdiam tak bicara, hanya menunduk, hingga Hani pun mengagetkanku untuk
berbicara kepadanya.
“Sebenarnya
ki, kalau boleh mengakui caramu menyampaikan rasa itu memang semanis coklat,
awalnya memang diri ini menyukai dirimu sama seperti yang lainnya, tapi kurasa
caramu tidak tepat dalam menafsirkan cinta itu. Cinta itu tidak hanya sebatas
coklat, jika kita berjodoh masa depan yang akan membuktikannya, maaf ini
keputusanku Ki, ayo pergi Han” aku pun megang tangan Hani dan berlalu di
hadapannya
“Nikmat
mana yang telah kudustakan, Nana? Saya memang begitu menghargai rasa cinta itu,
menahan perasaan ini selama ini, apa diri ini harus berdusta selamannya. Rasa cinta
yang kurasakan ini melebihi manisnya coklat dan sangat tulus, kau harus tahu
itu”
Aku
berhenti mendengar perkataannya seperti itu, dan aku hanya terdiam terpaku dan
aku pun menghela nafas mengumpulkan energy tuk menghadapinya.
“Kamu
harus tahu, rasa yang paling istimewa, rasa di atas segala rasa memanglah
cinta, tapi kita lupa bahwa sang pemilik cinta yang sesunggunya adalah ALLAH. Selamanya
rasa semanis coklat akan diberikannya kepada insan yang mau menjalankan
syariatnya dengan benar, maka jangan pernah mendustai nikmat yang telah
diberikan-Nya.”
“Apakah
kamu tidak akan menerimaku seperti yang kuinginkan?”
“Yah,
memang dirimu sangat menawan, tapi diri ini tak akan membiarkan ikhwan
sepertimu ternodai dari penafsiran cinta yang salah. Masalah hati, tak akan
mudah dibuka begitu saja ia butuh pembuktian dan usaha demi membuka pintu hati
yang terkunci rapat saat ini, dan akan terbuka pada saat yang tepat.
Assalamulaikum ya Akhi”
Aku
pergi pergi bergegas di parkiran, takutnya ia akan mengejarku seperti di drama-drama
itu. Hingga kubergegas menyalakan motor dan berlalu bersama Hani.
“Ya
ampun Na, puitis sekali kata-kata mu tadi. Daku sampai meletakan tangan di pipi
loh, kamu yakin dengan keputusanmu itu”
“Jika
dia sungguh-sungguh dan bisa berusaha membuka hati pintu hatiku di masa depan
kelak, mungkin iya”
***
“Na,
na. hei kok ngelamun paki senyum-senyum aneh lagi. Hani mau pinjam catatan statistinya
kan mau belajar, besok ujian hehehe”